Teori Belajar Kognitivisme
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Belajar merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan maksud memperoleh
pengetahuan serta untuk meningkatkan keterampilan yang dimiliki seseorang, kegiatan
belajar dapat dilakukan dimana saja misalnya di perpustakaan, museum, sekolah
maupun tempat rekreasi. Menurut Wertheimer proses belajar tidaklah tepat
mempergunakan metode menghafal, tetapi lebih baik bila murid belajar dengan
pengertian atau pemahaman.
Kegiatan belajar harus berlandaskan
pada teori-teori dan prinsip-prinsip belajar agar biasa mencapai tujuan dari
kegiatan belajar tersebut. Teori belajar membahas dan menjelaskan bagaimana
individu belajar dengan maksud memperoleh pengetahauan, keterampilan, sikap dan
nilai dari suatu proses pembelajaran. Teori-teori belajar dapat digunakan
sebagai landasan untuk menciptakan suatu proses atau kegiatan pembelajaran yang
ingin dicapai oleh seorang guru khususnya dan oleh masyarakat luas pada
umumnya, salah satunya teori belajar kognitif yang akan dibahas dalam makalah
ini.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud teori belajar kognitif?
2. Apa
itu teori kognitif Gestalt?
3. Apa
itu teori belajar Cognitive-Field dari Lewin?
4. Apa
itu teori belajar Cognitive Developmental dari Piaget?
5. Apa
itu teori belajar Jerome Bruner?
6. Apa
itu Teori Belajar Piaget?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
1. Memahami
pengertian teori belajar kognitif.
2. Memahami
teori-teori belajar berbasis kognitivisme.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Belajar Kognitif
Secara
etimologi istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah
pengertian, mengerti. Dalam artian yang luas Cognition adalah perolehan,
penataan, dan penggunaan pengetahuan. Didalam perkembangan selanjutnya,
kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia atau
konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku
mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan,
menyangka, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan.
Termasuk kejiwaan yang berpusat diotak juga berhubungan dengan konasi
(kehendak) dan afeksi (perasaan) yang berkaitan dengan rasa.
Teori belajar kognitif merupakan
suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajar sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks.
Teori kognitif memberikan banyak
konsep utama dalam psikologi pendidikan dan berpengaruh terhadap perkembangan
konsep kecerdasan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata (skema
bagaimana seseorang memersepsikan lingkungannya) dalam tahapan-tahapan
perkembangan dan saat seseorang memperoleh cara baru dalam mempresentasikan
informasi secara mental. Teori kognitif digolongkan ke dalam konstruktivisme,
bukan teori nativisme yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai
pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan.
Teori kognitif berpendapat bahwa
belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Lebih
dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Ilmu
pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
bersinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah,
tapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, dan menyeluruh. Ibarat
sesesorang yang memainkan musik, tidak hanya memahami not-not balok pada
partitur sebagai informasi yang saling lepas dan berdiri sendiri, tapi sebagai
suatu kesatuan yang secara utuh masuk ke dalam pikiran dan perasaannya. Selain
itu, dalam psikologi kognitif, manusia melakukan pengamatan secara keseluruhan
lebih dahulu, menganalisisnya, lalu mensintesiskannya kembali.
Teori belajar kognitif menekankan
bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang
situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. (Muhammad Turmuzi. 2012 :
25) Tingkah laku lebih bergantung pada pemahaman terhadap hubungan-hubungan
yang ada di dalam situasi. Teori ini lebih mementingkan proses belajar dari
pada hasil belajar. Model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar
yang sering disebut sebagai model
perceptual. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak
selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang tampak. Teori ini berpandangan
bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. belajar merupakan
aktifitas yang melibatkan proses berpikiryang sangat kompleks (Budiningsih,
2005 : 34).
Menurut pendekatan kognitif, dalam
kaitan teori pemrosesan informasi, unsur terpenting dalam proses belajar adalah
pengetahuan yang dimiliki setiap individu sesuai dengan situasi belajarnya. Apa
yang telah diketahui siswa akan menentukan apa yang akan diperhatikannya,
dipersepsi olehnya, dipelajari, diingat atau bahkan dilupakan. Perspktif
kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Pengetahuan
deklaratif, yaitu pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam bentuk kata atau
disebut pula pengetahuan yang konseptual. Pengetahuan yang deklaratif
rentangnya luas, dapat tentang fakta, konsep, generalisasi, pengalaman pribadi
atau tentang hukum dan aturan.
2. Pegetahuan
procedural, yaitu pengetahuan tentang tahap-tahap atau proses-proses yang harus
dilakukan, atau pengetahuan tentang bagaimana melakukan (how to do). Pengetahuan ini dicirikan oleh adanya praktik atau
implementasi dari suatu konsep.
3. Pengetahuan
kondisional, yaitu pengetahuan tentang kapan dan mengapa (when
and why) suatu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural digunakan.
Pengetahuan ini terkait dengan bagaimana mengimplementasikan baik pengetahuan
deklaratif, maupun procedural. Pengetahuan ini amat penting karena menentukan
kapan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat dalam pemecahan masalah.
B.
Teori-Teori
Belajar Kognitivisme
1. Teori Kognitif Gestalt
a.
Konsep Dasar
Teori Gestalt
1.
Definisi Teori Gestalt
Istilah
‘Gestalt’ sendiri merupakan istilah bahasa Jerman yang sukar dicari
terjemahannya dalam bahasa-bahasa lain. Arti Gestalt bisa bermacam-macam
sekali, yaitu ‘form’, ‘shape’ (dalam bahasa Inggris) atau bentuk, hal,
peristiwa, hakikat, esensi, totalitas. Terjemahannya dalam bahasa Inggris pun
bermacam-macam antara lain ‘shape psychology’, ‘configurationism’, ‘whole
psychology’ dan sebagainya. Karena adanya kesimpangsiuran dalam
penerjemahannya, akhirnya para sarjana di seluruh dunia sepakat untuk
menggunakan istilah ‘Gestalt’ tanpa menerjemahkan kedalam bahasa lain. Untuk
memudahkan dalam memberikan pengertian tentang gestalt dapat dijelaskan di
dalam pengertian psikologi gestalt, yaitu merupakan salah satu aliran psikologi
yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas.
2.
Sejarah
Munculnya Teori Gestalt
Psikologi
kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt.Peletak dasar
psikologi Gestalt adalah Max Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang
pengamatan dan pemecahan masalah (problem solving).Sumbangannya ini diikuti
oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikansecara terperinci tentang
hukum-hukum pengamatan; kemudian WolfgangKohler (1887-1959) yang meneliti
tantang insight pada simpanse.Penelitianpenelitian mereka menumbuhkan psikologi
Gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, terstruktur dan
pemetaan dalampengalaman.Kaum Gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu
berstrukturyang terbentuk dalam suatu keseluruhan.Orang yang belajar, mengamati
stimuli dalam keseluruhan yang terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian yang
terpisah (Suryabrata, 1999).
Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt
adalah tentang “insight” yaitu pengamatan/ pemahaman mendadak terhadap
hubungan-hubungan antarbagian-antarbagian di dalam suatu situasi permasalahan.
Insight itu sering dihubungkan dengan pernyataan spontan “aha” atau “oh,
see-now” Oh,ini tah”..?
Insight (wawasan) ini diperoleh jika seseorang melihat
hubungan tertentu antara berbagai unsur dalan situasi tertentu.Dengan adanya
insight maka didapatlah pemecahan masalah, dimengertinya persoalan, inilah inti
belajar. Jadi yang penting bukanlah mengulang- ulang hal yang harus dipelajari,
tetapi mengertinya, mendapatkan insight. Adapun timbulnya insight itu
tergantung:
1.
Kesanggupan, maksudnya
kesanggupan atau kemampuan intelegensi individu.
2.
Pengalaman, karena
belajar, berarti akan mendapat pengalaman dan pengalaman itu mempermudah
mendapatkan insight.
3.
Taraf
kompleksitas dari suatu situasi, dimana semakin komplek situasinya
semakin sulit masalah yang dihadapi.
4.
Latihan, dengan
banyaknya latihan akan dapat mempertinggi kesangupan memperoleh insght, dalam
situasi-situasi yang bersamaan yang telah dilatih.
5.
Trial and
eror, sering
seseorang itu tidak dapat memecahkan suatu masalah. Baru setelah mengadakan
percobaan-percobaan, sesorang itu dapat menemukan hubungan berbagai unsur dalam
problem itu, sehingga akhirnya menemukan insight.
Kohler (1927)
menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpanse denganmenghadapkan simpanse
pada masalah bagimana memperoleh pisang yangterletak di luar kurungan atau
tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler
mengamati bahwa kadang kala gagal meraih pisang, kadang kaladuduk merenungkan
masalah, dan kemudian secara tiba-tiba menemukan pemecahan masalah.
3.
Hukum dalam Teori Gestalt
Teori Belajar Gestalt meneliti tentang pengamatan dan
problem solving, dari pengamatanya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal
di sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan
akademis. Suatu konsep yang penting dalam psikologis Gestalt adalah tentang
insight yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan
antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan.
Pengamatan adalah pintu pengembangan kognitif.
Beberapa hukum gestalt dalam pengamatan adalah:
a)
Hukum
Pragnanz, yang mengatakan bahwa organisasi psikologis selalu cenderung ke arah yang
bermakna atau penuh arti (pragnanz).
b)
Hukum
kesamaan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk gestalt
(keseluruhan).
c)
Hukum
kecenderungan, mengatakan bahwa hal hal yang berdekatan cenderung
berbentuk gestalt.
d)
Hukum
ketertutupan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang tertutup
cenderung membentuk gestalt.
e)
Hukum
kontinuitas, yang mengatakan bahwa hal-hal yang berkesinambungan
cenderung membentuk gestalt.
b.
Karakteristik
Teori Gestalt
a)
Mempunyai Hukum keterdekatan, hukum ketertutupan dan
hukum kesamaan.
Hukum menurut Wertheimer tahun 1923, dalam bukunya “Investigation of Gestalt Theory”:
a)
Hukum keterdekatan (Law of Proximity)
Hal-hal yang saling berdekatan dalam waktu atau tempat
cenderung dianggap sebagai suatu totalitas.
b)
Hukum ketertutupan (Law of Closure)
Hal-hal yang cenderung menutup akan membentuk kesan
totalitas tersendiri.
c)
Hukum kesamaan (Law of Equivalence)
Hal-hal yang mirip satu sama lain, cenderung kita
persepsikan sebagai suatu kelompokatau suatu totalitas.
b)
Proses pembelajaran secara terus – menerus dapat
memperkuat jejak ingatan peserta didik
Menurut Kurt Koffka:
a.
Jejak ingatan (memory traces),
Suatu pengalaman yang membekas di otak. Jejak-jejak
ingatan ini diorganisasikan secara sistematis mengikuti prinsip-prinsip Gestalt
dan akan muncul kembali jika kita mempersepsikan sesuatu yang serupa dengan
jejak-jejak ingatan tadi.
b.
Perjalanan waktu berpengaruh terhadap jejak ingatan.
Perjalanan waktu itu tidak dapat melemahkan, melainkan
menyebabkan terjadinya perubahan jejak, karena jejak tersebut cenderung
diperhalus dan disempurnakan untuk mendapat Gestalt yang lebih baik dalam
ingatan.
c.
Latihan yang terus menerus akan memperkuat jejak
ingatan
c)
Adanya pemahaman belajar Insight.
Menurut Wolfgang Kohler, Insight adalah pemahaman
terhadap hubungan antar bagian di dalam situasi permasalahan. Insight yang
merupakan inti dari belajar menurut teori gestalt, memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
1.
Kemampuan Insight seseorang tergantung kepada
kemampuan dasar orang, sedangkan kemampuan dasar itu tergantung kepada usia dan
posisi yang bersangkutan dalam kelompok (spesiesnya).
2.
Insight dipengaruhi atau tergantung kepada pengalaman
masa lalunya yang relevan.
3.
Insight tergantung kepada pengaturan dan penyediaan
lingkungannya.
4.
Pengertian merupakan inti dari insight. Melalui
pengertian individu akan dapat memecahkan persoalan. Pengertian itulah yang
dapat menjadi kendaraan dalam memecahkan persoalan lain pada situasi yang
berlainan.
5.
Apabila insight telah di peroleh,maka dapat digunakan
untuk menghadapi persoalan dalam situasi lain.
c.
Tokoh dari
Teori Gestalt
1.
Max Wertheimer (1880-1943)
Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai
pendiri aliran psikologi Gestalt.Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15
April 1880. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan
Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide
Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt bersama-sama dengan
Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di sana. Konsep
pentingnya : Phi phenomenon, yaitu bergeraknya objek statis menjadi rangkaian
gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan
demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi.
Wertheimer
dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah ia melakukan suatu eksperimen
dengan menggunakan sebuah alat yang bernama stroboskop, yaitu suatu kotak yang
didalamnya terdapat dua buah garis yang satu tegak dan yang satu melintang. Jika kedua
garis tersebut diperlihatkan secara bergantian terus menerus maka akan tampak
seakan aska garis tersebut bergerak dari melintang menjadi tegak. Inilah yang disebut
gerakan se
2.
Kurt Koffka (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886.Kariernya
dalam psikologi dimulai sejak dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin
pada tahun 1908. Pada tahun 1910, ia bertemu dengan Wertheimer dan Kohler,
bersama kedua orang ini Koffka mendirikan aliran psikologi Gestalt di Berlin.
Sumbangan Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis dan
pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai
persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi
sosial.Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar
dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt.Teorinya yang
terkenal adalah Memory Trace (jejak ingatan).
3.
Wolfgang Kohler (1887-1967)
Ia mengadakan penyelidikan terhadap inteligensi kera.
Hasil kajiannya ditulis dalam buku betajukThe Mentality of Apes (1925).
Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang
digantung di atas sangkar.Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan
jenis.Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi
tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu
berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba
hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia
untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu.
Hal ini menjadi kesimpulannya bahwa apabila organisme
menghadapi suatu masalah atau problem maka akan terjadi ketidakseimbangan
kognitif sampai masalah itu selesai.
d.
Prinsip-Prinsip
Belajar Menurut Teori Gestalt
Teori Gestalt mempunyai prinsip-prinsip khusus yang
berbeda dengan teori-teori psikologi lainnya. Dalam menjelaskan fenomena
psikologis, psikologi gestalt menganut prinsip-psinsip seperti yang akan
dijelaskan dibawah ini.
Prinsip-prinsip pengorganisasian:
1.
Principle of Proximity: bahwa unsur-unsur yang saling
berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang
sebagai satu bentuk tertentu.
2.
Principle of Similarity: bahwa unsur-unsur bidang
pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi
suatu figure atau bentuk tertentu.
3.
Principle of Objective Set: Organisasi berdasarkan
mental set yang sudah terbentuk sebelumnya.
4.
Principle of Continuity: Organisasi berdasarkan
kesinambungan pola.
5.
Principle of Closure/ Principle of Good Form: bahwa
orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang
tidak lengkap.
6.
Principle of Figure and Ground: yaitu menganggap bahwa
setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar
belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya
membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat
samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
Contoh: perubahan nada tidak akan merubah persepsi tentang melodi.
7.
Principle of Isomorphism: Organisasi berdasarkan
konteks.
e.
Penerapan
Teori Gestalt dalam Pembelajaran
1.
Dalam metode
mengeja kata. Terlebih dahulu guru harus memperkenalan setiaf huruf yang
selanjutnya setelah siswa lancer mengetahui dan menyebut semua huruf, guru
memberikan satu atau dua kata atau kalimat yang selanjutnya siswa akan mulai
berpikir apa bunyi bacaan dari kata/kalimat yang diberikan hingga dia mampu
mengucapkannya sampai benar.
2.
Dalam metode belajar yang berbasis masalah (studi
kasus), eksperimen, obsevasi, wawancara dan membuat laporannya.
3.
Dalam mengatur strategi mengajar (membuat siasat)
bagaimana cara mengajar untuk menimbulkan pemahaman (insight) oleh siswa
sendiri tanpa siswa merasa digurui secara langsung. Caranya membuat siasat
supaya siswa menemukan pemahaman sendiri. Metode ini disebut dengan metode
problem solving (pemecahan masalah).
f.
Kelebihan
dan Kekurangan Teori Gestalt
Teori belajar kognitif lebih memetingkan proses
belajar dari pada hasil belajarnya. Yang berbeda dari teori belajar kognitif
ini adalah bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon.
Adapun Kelebihan teori Kognitif adalah sebagai
berikut:
1.
Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah (problem solving).
2.
Siswa dapat aktif dan dapat menemukan cara belajar
yang sesuai dengan dirinya dengan bantuan guru. Guru berfungsi sebagai
mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi menjadi kondusif untuk
terjadinya konstruksi pengetahuan dari peserta didik.
3.
Siswa dengan mudah dapat mengemukakan gagasannya
dengan bahasanya sendiri.
4.
Siswa mempunyai kesempatan untuk mencoba gagasan baru.
Sedangkan Kekurangan teori kognitif adalah sebagai berikut:
1.
Untuk teori
belajar kognitif ini keberhasilan sebuah pembelajaran tidak dapat diukur hanya
dengan satu orang siswa saja, maksudnya kemampuan siswa harus diperhatikan.
Apabila kita menekankan pada keaktifan siswa, dan tidak dapat dipungkiri ada
saja siswa yang tidak aktif dalam menanggapi suatu pelajaran, otomatis
pembelajaran ini tidak akan berhasil secara menyeluruh guru juga dituntut untuk mengikuti keaktifan
siswa, kionsekuensinya adalah guru harus rajin mempelajari hal-hal baru yang
mungkin.
2.
Konsekuansinya terhadap lingkungan adalah
fasilitas-fasilitas dalam lingkungan juga harus mendukung, agar siswa semakin
yakin dengan apa yang telah mereka pelajari .
2. Teori
Belajar Cognitive-Field (Medan Kognitif) dari Lewin
a.
Definisi
Menurut
Lewin, individu berada dalam suatu medan kekuatan psikologis. Individu bereaksi
dengan life space (Ruang Hidup) yang mencakup perwujudan
lingkungan di mana siswa bereaksi dengan orang-orang yang ditemui, obyek
material yang dihadapi serta fungsi-fungsi kejiwaan yang dimiliki. Selain faktor-faktor yang sifatnya personal, perilaku individu juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat sosial lingkungan. Lewin
berpendapat bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
yang bersifat seseorang dan faktor yang bersifat sosial.
Sesuai dengan
teorinya, Kurt lewin dalam Field Theory berimplikasi pada
pembelajaran khususnya teori belajar medan kognitif. Teori belajar medan
kognitif adalah sebuah teori belajar yang mengungkapkan bahwa pembelajaran
terjadi karena adanya perubahan pada proses-proses kognitif.
Kurt Lewin
menyatakan bahwa teori belajar Cognitive Field menitikberatkan
perhatian pada keseseorangan dan psikolog sosial, karena pada hakikatnya
masing-masing individu berada di dalam suatu medan kekuatan, yang bersifat
psikologis, yang disebut Life Space mencakup perwujuduan lingkungan
dimana individu bereaksi dalam fungsi kejiwaan yang dimiliki dan objek material
yang dihadapi. Jadi tingkah laku merupakan hasil interaksi antar kekuatan, baik yang berasal dari
dalam individu, seperti tujuan, kebutuhan tekanan kejiwaan maupun yang berasal
dari luar diri individu, seperti tantangan dan permasalahan yang dihadapi.
Menurut teori belajar medan kognitif Kurt Lewin, belajar itu berlangsung
sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif, hal tersebut pertemuan
dari dua kekuatan yaitu berasal dari struktur medan kognitif itu sendiri dan
yang lainnya berasal dari kebutuhan internal individu. Menurut teori ini belajar berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk
mencapai tujuan.
b.
Penerapan Teori
Belajar Medan Kognitif dalam
Pembelajaran
1.
Belajar sebagai
perubahan sistem kognitif
Teori Medan (Field Theory) Lewin mengemukakan bahwa
siswa dalam situasi belajar berada dalam satu medan atau lapangan psikologis.
Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi
selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbulah motif
untuk mengatasi hanbatan itu yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut.
Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka
ia akan masuk ke dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Menurut teori ini belajar berusaha mengatasi hambatan-hambatan untuk
mencapai tujuan.
Perubahan struktur pengetahuan (struktur kognitif) dapat terjadi karena
ulangan; situasi mungkin perlu diulang-ulang sebelum strukturnya berubah. Akan
tetapi yang penting bukanlah bahwa ulangan itu terjadi, melainkan bahwa
struktur kognitif itu berubah. Dengan pengaturan masalah (problem) yang lebih
baik, struktur mungkin dapat berubah dengan ulangan yang sangat sedikit. Hal
ini telah terbukti dalam ekserimen mengenai insight. Terlalu banyak ulangan
tidak menambah belajar; sebaliknya ulangan itu mungkin menyebabkan kejenuhan
psikologis (pychological satiation) yang dapat membawa disorganisasi
(kekacauan) dan dediferensiasi (kekaburan ) dalam sistem kognitif.
Perubahan dalam struktur kognitif ini untuk
sebagian berlangsung dengan prinsif pemolaan (patterning) dalam pengamatan,
jadi disinilah lagi terbukti betapa pentingnya pengamatan itu dalam belajar.
Perubahan itu disebabkan oleh kekuatan yang telah intrinsik ada dalam struktur
kognitif. Tetapi struktur kognitif itu juga berubah-ubah sesuai dengan
kebutuhan yang ada pada individu.
2.
Hadiah dan
Hukuman
Hal
ini merupakan sarana motivasi yang efektif. Tetapi dalam penggunaanya
memerlukan pengawasan. Nilai yang baik bagi peserta didik pada umumnya
merupakan sesuatu hal yang diinginkan(hadiah). Tetapi, tugas-tugas dalam
belajar untuk mencapai nilai tersebut pada umumnya dianggap sebagai hukuman
yang membebani dan kurang menarik. Kurt Lewin
menggambarkan situasi yang mengandung hadiah atau hukuman sebagai situasi yang
mengandung konflik.
Situasi yang digolongkan pada hadiah dan hukuman adalah sebagai berikut:
a.
Situasi
yang mengandung hukuman.
Sebagai contoh: Dalam suatu
situasi terdapat seseorang yang harus melakukan suatu pekerjaan yang ia tidak
suka atau tidak menyenangkan, karena adanya kebutuhan untuk meninggalkan tugas
yang tidak menyenangkan itu. Supaya ia tetap dalam pekerjaan itu
maka ada ancaman hukuman kalau dia tak mengerjakan.
Dalam
situasi ini seseorang mengalami konflik antara dua hal yang tidak menyenangkan
itu, maka kecenderungannya ialah ia akan meninggalkan situasi yang
serba tidak menyenangkan, untuk menghindari dua hal itu. Supaya seseorang tidak
meninggalkan medan itu maka harus ada rintangan. Rintangan ini dalam kehidupan
biasa adalah kekuasaan, konkretnya lagi, dalam situasi konflik seperti yang
digambarkan di atas perlu pengawasan.
b.
Situasi yang
mengandung hadiah
Dalam situasi yang mengandung hadiah, seseorang
tidak perlu dimasukkan dalam tembok pengawasan seperti yang telah
diilustrasikan sebelumnya, yang mengandung hukuman, karena sifat
menariknya hadiah akan menahan seseorang untuk tetap berada dalam medan. Akan
tetapi barrier tetap diperlukan untuk mencegah supaya seseorang jangan sampai
memperoleh hadiah secara langsung tanpa mengerjakan tugas yang seharusnya
dikerjakan. Pengawasan dalam situasi ini masih diperlukan karena hadiah
berhubungan dengan aktivitas menjalankan tugas secara eksternal, maka
selalu ada kecenderungan untuk mencari jalan lebih singkat bahkan bila mungkin
mendapatkan hadiah tanpa mengerjakan tugasnya.
3.
Masalah
berhasil dan gagal
Kurt Lewin lebih setuju penggunaan istilah sukses
dan gagal dari pada istilah hadiah dan hukuman. Sebab apabila tujuan-tujuan
yang akan kita capai itu adalah intrinsik, maka kita lebih tepat menggunakan
istilah berhasil atau gagal daripada terminologi hadiah dan hukuman. Istilah
hadiah dan hukuman lebih dekat pada pendekatan nonpsikologis sedang istilah
sukses dan gagal merupakan kajian dalam pendekatan psikologis. Secara
psikologis yang penting memang adalah bagaimana yang dialami individu dalam
menghadapi suatu problem. Suatu pengalaman sukses haruslah dimengerti sesuai
dengan apa yang telah dikerjakan atau dicapai oleh seseorang (pelajar).
Misalnya seorang pelajar yang merasa sukses karena naik kelas dengan nilai
terbaik. Namun ada pula yang tetap merasa sukses karena ia naik kelas walau
tidak dengan nilai terbaik.
4.
Sukses memberi
mobilisasi energi cadangan
Kurt Lewin beranggapan bahwa dinamika kepribadian
itu dikarenakan oleh adanya energi dalam diri seseorang yang disebut energi
psikis. Energi psikis inilah yang dipergunakan untuk berbagai aktivitas seperti
mengamati, mengingat, berpikir dan sebagainya. Dalam keadaan sehari-hari, hanya
sedikit saja energi psikis yang dipergunakan dan sisanya tersimpan sebagai
energy cadangan. Apabila orang mendapat pengalaman sukses, maka akan terjadi
mobilisasi energi cadangan sehingga kemampuan individu untuk menyelesaikan
problem bertambah. Oleh sebab itu secara praktis sangat dianjurkan untuk
sebanyak mungkin memberikan kesempatan kepada para peserta didik kita supaya
mereka mendapatkan pengalaman sukses.
c.
Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Cognitive-Field
dari Lewin
1.
Kelebihan Teori
Medan:
Menurut Gestaltis belajar adalah fenomena kognitif.
Kognisi sendiri dipahami sebagai proses mental karena kognisi mencerminkan
pemikiran dan tidak dapat diamati secara langsung. Kognisi tidak dapat diukur
secara langsung, namun melalui perilaku yang ditampilkan dan dapat diamati.
Oleh sebab itu belajar merupakan proses mental dan aspek-aspek belajar adalah
unik bagi spesies manusia. Ahli-ahli gestalt juga beranggapan bahwa
benda-benda hidup berbeda dengan mesin, selalu hidup dan saling mempengaruhi
dengan lingkungannya. Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual
field (medan persepsi). Setiap medan persepsi memiliki organisasi yang
cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground.
Oleh karena itu, Psikologi gestalt menekankan adanya pengorganisasian
proses-proses dalam persepsi, belajar dan problem solving dan juga
mempercayai bahwa setiap individu diarahkan untuk mengorganisasikan serpihan
informasi yang bersumber dari beragam cara atau proses. Pengorganisasian inilah
yang kemudian mempengaruhi makna yang dibentuk.
2.
Kritik dan Kekurangan
Walaupun
terdapat kelebihan yang ditawarkan Lewin, tetapi ada juga kritik
terhadap teori Lewin. Kritik tersebut adalah sebagai
berikut.
·
Lewin tidak mengelaborasi pengaruh lingkungan luar
atau lingkungan obyektif. Lewin memang mengemukakan sifat bondaris antara lingkungan psikologis dengan
lingkungan obyektif yang permenable, tetapi hal ini
tidak diikuti oleh penjelasan dinamika bagaimana lingkungan luar itu
mempengaruhi region-region atau menjadi region baru.
·
Lewin kurang memperhatikan sejarah individu pada masa
lalu sebagai penentu tingkah laku. Ini merupakan resiko teori yang mementingkan
masa kini dan masa yang akan datang. Teori ini juga terlalu berpusat terhadap aspek-aspek yang mendalam dari kepribadian sehingga
mengabaikan tingkah laku motoris yang nampak dari luar.
·
Lewin menyalahgunakan konsep ilmu alam dan konsep
matematika. Memang tidak mudah memahami jiwa dengan memakai rumus-rumus
matematika. Bahkan Lewin berani mengambil resiko dengan memakai istilah-istilah
dalam matematika dan fisika untuk dipakai dalam psikologi dengan makna yang
sangat berbeda dengan makna aslinya.
·
Penggunaan konsep-konsep topologi telah menyimpang
dari arti sebenarnya. Penggambaran topologis dan vaktorial dari Lewin tidak
mengungkapkan sesuatu yang baru tentang tingkah laku.
·
Banyak konsep dan konstruk yang tidak didefinisikan
secara jelas sehingga memberikan arti yang kabur.
3. Teori
Belajar Cognitive Developmental dari Piaget
Jean Piaget adalah salah seorang
psikolog terkenal yang banyak mempengaruhi perkembangan dunia pendidikan.
Selama penelitian Piaget semakin yakin akan adanya perbedaan antara proses
pemikiran anak dan orang dewasa. Ia yakin bahwa anak bukan merupakan suatu
tiruan dari orang dewasa. Anak bukan hanya berpikir kurang efisien dari orang
dewasa, melainkan berpikir secara berbeda dengan orang dewasa. Itulah sebabnya
mengapa Piaget yakin bahwa ada tahap perkembangan kognitif yang berbeda dari
anak sampai menjadi dewasa.
Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap perkembangan intelektual anak secara kronologis
terjadi 4 tahap. Urutan tahap-tahap ini tetap bagi setiap orang, akan tetapi usia
kronologis memasuki setiap tahap bervariasi pada setiap anak. Keempat tahap
dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
Tahap sensorimotor : umur 0 – 2 tahun.
(Ciri pokok perkembangannya anak mengalami dunianya
melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek). Tahap paling
awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi lahir sampai sekitar berumur
2 tahun. Tahap ini disebut tahap sensorimotor oleh Piaget. Pada tahap
sensorimotor, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak
terhadapt lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar, membau
dan lain-lain. Pada tahap sensorimotor, gagasan anak mengenai suatu benda
berkembang dari periode “belum mempunyai gagasan” menjadi “ sudah mempunyai
gagasan”.
Gagasan mengenai benda sangat berkaitan dengan konsep
anak tentang ruang dan waktu yang juga belum terakomodasi dengan baik. Struktur
ruang dan waktu belum jelas dan masih terpotong-potong, belum dapat
disistematisir dan diurutkan dengan logis. Menurut Piaget, mekanisme perkembangan
sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi dan akomodasi. Tahap-tahap
perkembangan kognitif anak dikembangkan dengan perlahan-lahan melalui proses
asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak karena adanya masukan,
rangsangan, atau kontak dengan pengalaman dan situasi yang baru.
Piaget membagi tahap sensorimotor dalam enam periode,
yaitu:
a)
Periode 1 : Refleks (umur 0 – 1 bulan)
Periode paling awal tahap sensorimotor adalah periode
refleks. Ini berkembang sejak bayi lahir sampai sekitar berumur 1 bulan. Pada
periode ini, tingkah laku bayi kebanyak bersifat refleks, spontan, tidak
disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi didasarkan pada adanya
rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks. Refleks yang paling jelas pada
periode ini adalah refleks menghisap (bayi otomatis menghisap kapanpun bibir
mereka disentuh) dan refleks mengarahkan kepala pada sumber rangsangan secara
lebih tepat dan terarah. Misalnya jika pipi kanannya disentuh, maka ia akan
menggerakkan kepala kearah kanan.
b)
Periode 2 : Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan)
Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk
kebiasan-kebiasaan pertama. Kebiasaan dibuat dengan mencoba-coba dan
mengulang-ngulang suatu tindakan. Refleks-refleks yang dibuat diasimilasikan
dengan skema yang telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari
refleks tersebut menghasilkan sesuatu. Pada periode ini, seorang bayi mulai
membedakan benda-benda di dekatnya. Ia mulai mengaakan diferensiasi akan
macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula, koordinasi tindakan
bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga. Bayi mulai mengikuti
benda yang bergerak dengan matanya. Ia juga mulai menggerakkan kepala kesumber
suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan bekerja bersama. Ini merupakan
suatu tahap penting untuk menumbuhkan konsep benda.
c)
Periode 3 : Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 –
8 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan
memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969).
Tingkah laku bayi semakin berorientasi pada objek dan kejadian di luar tubuhnya
sendiri. Ia menunjukkan koordinasi antara penglihatan dan rasa jamah. Pada
periode ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian kejadian yang
menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang
menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila
seorang anak dihadapkan pada sebuah benda yang dikenal, seringkali hanya
menunjukkan reaksi singkat dan tidak mau memperhatikan agak lama. Oleh Piaget,
ini diartikan sebagai suatu “pengiaan” akan arti benda itu seakan ia
mengetahuinya.
d)
Periode 4 : Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan)
Pada periode ini, seorang bayi mulai membedakan antara
sarana dan hasil tindakannya. Ia sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai
suatu hasil. Sarana-sarana yang digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil
diperoleh dari koordinasi skema-skema yang telah ia ketahui. Bayi mulai
mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah
diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu. Pada periode ini, seorang bayi mulai
membentuk konsep tentang tetapnya (permanensi) suatu benda. Dari kenyataan
bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi, tampak bahwa ini
mulai mempunyaikonsep tentang ruang.
e)
Periode 5 : Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)
Unsur pokok
pada perode ini adalah mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru untuk
mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada
suatu persoalan yang tidak dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai
mecoba-coba dengan Trial and Error untuk menemukan cara yang baru guna
memecahkan persoalan tersebut atau dengan kata lain ia mencoba mengembangkan
skema yang baru. Pada periode ini, anak lebih mengamati benda-benda
disekitarnya dan mengamati bagaimana benda-benda di sekitarnya bertingkah laku
dalam situasi yang baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi
sewaktu ia menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru. Pada
periode ini pula, konsep anak akan benda mulai maju dan lengkap. Tentang
keruangan anak mulai mempertimbangkan organisasi perpindahan benda-benda secara
menyeluruh bila benda-benda itu dapat dilihat secara serentak.
f)
Periode Refresentasi (umur 18 – 24 bulan)
Periode ini adalah periode terakhir pada tahap
intelegensi sensorimotor. Seorang anak sudah mulai dapat menemukan cara-cara
baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan eksternal, tetap juga dengan
koordinasi internal dalam gambarannya. Pada periode ini, anak berpindah dari
periode intelegensi sensori motor ke intelegensi refresentatif. Secara mental,
seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat
menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda pada tahap
ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan
objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai sadar akan
gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu
tidak kelihatan lagi.
Adapun arakteristik anak yang berada pada tahap ini
adalah sebagai berikut:
1)
Berfikir melalui perbuatan (gerak)
2)
Perkembangan fisik yang dapat diamati adalah
gerak-gerak refleks sampai ia dapat berjalan dan bicara.
3)
Belajar mengkoordinasi akal dan geraknya.
4)
Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional dan
tidak logis.
2.
Tahap Pra operasional : umur 2 -7 tahun
(Ciri pokok
perkembangannya adalah penggunaan symbol/bahasa tanda dan konsep intuitif). Istilah “operasi” di sini adalah suatu proses berfikir logik, dan merupakan
aktivitas sensorimotor. Dalam tahap ini anak sangat egosentris, mereka sulit
me nerima pendapat orang
lain. Anak percaya bahwa apa yang mereka pikirkan dan alami juga menjadi
pikiran dan pengalaman orang lain. Mereka percaya bahwa benda yang tidak
bernyawa mempunyai sifat bernyawa.
Tahap pra operasional ini dapat dibedakan atas dua
bagian.
1)
Tahap pra konseptual (2-4 tahun), dimana representasi
suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan.
2)
Tahap intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini
representasi suatu objek didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri, tidak
kepada penalaran.
Karakteristik
anak pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1)
Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di
lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi
egois. Anak tidak rela bila barang miliknya dipegang oleh orang lain.
2)
Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan
masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).”
Pikiran mereka masih bersifat irreversible.
3)
Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek
atau situasi sekaligus, dan belum mampu bernalar (reasoning) secara individu
dan deduktif.
4)
Anak bernalar secara transduktif (dari khusus ke
khusus). Anak juga belum mampu membedakan antara fakta dan fantasi.
Kadang-kadang anak seperti berbohong. Ini terjadi karena anak belum mampu
memisahkan kejadian sebenarnya dengan imajinasi mereka.
5)
Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas,
materi, luas, berat dan isi). Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi
alasan mengenai apa yang mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek
ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dan telah mulai
mengerti konsep yang konkrit.
3.
Tahap operasi kongkret : umur 7 – 11/12 tahun
(Ciri pokok perkembangannya anak mulai berpikir secara
logis tentang kejadian-kejadian konkret). Tahap operasi konkret (concrete
operations) dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada
aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah memperkembangkan operasi-oprasi
logis. Operasi itu bersifat reversible, artinya dapat dimengerti dalam dua
arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikemblikan kepada awalnya lagi. Tahap
opersi konkret dapat ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa
yang kelihatan nyata/konkret.
Ciri-ciri operasi konkret yang lain, yaitu:
1)
Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh
Pada tahap ini, seorang anak mulai dapat menggambarkan
secara menyeluruh ingatan, pengalaman dan objek yang dialami. Menurut Piaget,
adaptasi dengan lingkungan disatukan dengan gambaran akan lingkungan itu.
2)
Melihat dari berbagai macam segi
Anak pada tahap ini mulai mulai dapat melihat suatu
objek atau persoalan secara sediki menyeluruh dengan melihat apek-aspeknya. Ia
tidak hanya memusatkan pada titik tertentu, tetapi dapat bersam-sam mengamati
titik-titik yang lain dalam satu waktu yang bersamaan.
3)
Seriasi
Proses seriasi adalah proses mengatur unsur-unsur
menurut semakin besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut. Menurut
Piaget , bila seorang anak telah dapat membuat suatu seriasi maka ia tidak akan
mengalami banyak kesulitaan untuk membuat seriasi selanjutnuya.
4)
Klasifikasi
Menurut Piaget,
bila anak yang berumur 3 tahun dan 12 tahun diberi bermacam-maam objek dan
disuruh membuat klasifikasi yang serupa menjadi satu, ada beberapa kemungkinan
yang terjadi.
5)
Bilangan
Dalam percobaan
Piaget, ternyata anak pada tahap praoperasi konkret belum dapat mengerti soal
korespondensi satu-satu dan kekekalan, namun pada tahap tahap operasi konkret,
anak sudah dapat mengerti soal karespondensi dan kekekalan dengan baik. Dengan perkembangan
ini berarti konsep tentang bilangan bagi anak telah berkembang.
6)
Ruang, waktu, dan kecepatan
Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak sudah mengerti
tentang urutan ruang dengan melihat intervaj jarak suatu benda. Pada umur 8
tahun anak sudan sudah sapat mengerti relasi urutan waktu dan jug akoordinasi
dengamn waktu, dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan konsep waktu dan
kecepatan.
7)
Probabilitas
Pada tahap ini, pengertian probabilitas sebagai suatu
perbandingan antara hal yang terjadi dengan kasus-kasus yang mulai terbentuk.
8)
Penalaran
Dalam pembicaraan sehari-hari, anak pada tahap ini
jarang berbicara dengan suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa yang terjadi.
Pada tahap ini, menurut Piaget masih ada kesulitan dalam melihat persoalan secara
menyeluruh.
9)
Egosentrisme dan Sosialisme
Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu egosentris
dalam pemikirannya. Ia sadar bahwa orang lain dapat mempunyai pikiran lain.
4.
Tahap operasi formal: umur 11/12 ke atas.
(Ciri pokok perkembangannya adalah hipotesis, abstrak,
dan logis). Tahap operasi formal (formal operations) merupakan
tahap terakhir dalam perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini,
seorang remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoritis
formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil
kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat itu. Cara berpikir yang
abstrak mulai dimengerti. Sifat pokok tahap operasi formal adalah pemikiran
deduktif hipotesis, induktif sintifik, dan abstrak reflektif.
·
Pemikiran Deduktif Hipotesis
Pemikiran deduktif adalah pemikiran yang menarik
kesimpulan yang spesifik dari sesuatu yang umum. Kesimpulan benar hanya jika
premis-premis yang dipakai dalam pengambilan keputusan benar. Alasan deduktif
hipotesis adalah alasan/argumentasi yang berkaitan dengan kesimpulan yang
ditarik dari premis-premis yang masih hipotetis. Jadi, seseorang yang mengambil
kesimpulan dari suatu proposisi yang diasumsikan, tidak perlu berdasarkan
dengan kenyataan yang real. Dalam pemikiran remaja, Piaget dapat mendeteksi adaanya
pemikiran yang logis, meskipun para remaja sendiri pada kenyataannya tidak tahu
atau belum menyadari bahwa cara berpikir mereka itu logis. Dengan kata lain,
model logis itu lebih merupakan hasil kesimpulan Piaget dalam menafsirkan
ungkapan remaja, terlepas dari apakah para remaja sendiri tahu atau tidak.
·
Pemikiran Induktif Sintifik
Pemikiran induktif adalah pengambilan kesimpulan yang
lebih umum berdasarkan kejadian-kejadian yang khusus. Pemikiran ini disebut
juga dengan metode ilmiah. Pada tahap pemikiran ini, anak sudah mulai dapat
membuat hipotesis, menentukan eksperimen, menentukan variabel control, mencatat
hasi, dan menarik kesimpulan. Disamping itu mereka sudah dapat memikirkan
sejumlah variabel yang berbeda pada waktu yang sama.
·
Pemikiran Abstraksi
Reflektif
Menurut Piaget,
pemikiran analogi dapat juga diklasifikasikan sebagai abstraksi reflektif
karena pemikiran itu tidak dapat disimpulkan dari pengalaman.
4. Teori
Belajar Jerome Bruner
a. Teori
Discovery Learning
Jerome Bruner adalah seorang ahli
psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya (teori
belajar behavioristik). Dasar teori Bruner adalah ungkapan Piaget yang
menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif saat belajar di kelas, untuk
itu menurut Bruner, murid mengorganisir bahan yang dipelajari dalam suatu
bentuk akhir. Teori ini disebutnya dengan discovery learning, atau
dengan kata lain bagaimana cara orang memilih mempertahankan dan mentransformasikan
informasi secara aktif, dan inilah menurut Bruner inti dari berajar. Menurut
Bruner dalam proses belajar ada tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap informasi,
yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru dimana dalam
setiap pelajaran diperoleh sejumlah informasi yang berfungsi sebagai penambahan
pengetahuan yang lama, memperluas dan memperdalam dan kemungkinan informasi
yang baru bertentangan dengan informasi yang lama.
2.
Tahap tansformasi,
yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta
ditransformasikan dalam bentuk yang baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal
yang lain, yaitu informasi harus dianalisis dan ditransformasikan ke dalam
bentuk yang lebih abstrak atau konsetual agar dapat digunakan dalam hal lebih
luas.
3.
Tahap evaluasi,
yaitu untuk mengetahui apakah hasil transformasi pada tahap ke dua benar atau
tidak. Evaluasi kemudian dinilai sehingga diketahui mana-mana pengetahuan yang
diperoleh dan transformasi dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala
lain.
Konsepnya adalah
dengan menemukan (discovery learning), siswa mengorganisasikan bahan pelajran
yang dipelajarinya dengan suatu bentuk akhir yang sesuai dengan tingkat
berfikir anak. Ia menandai perkembangan kognitif manusia seebagai berikut:
a.
Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya
kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.
b.
Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan
system penyimpanan informasi secara realis.
c.
Perkembangan intelektual meliputi perkembangan
kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui
kata-kata atau lambing tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan
dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan diri sendiri.
d.
Interaksi
secara sistematis antara pembimbing, guru, atau orang tua dengan anak
diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.\
e.
Bahasa adalah
kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi untuk
manusia.untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa.bahasa
diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
Dalam memandang proses belajar Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan
terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut Discovery
Learning, ia mengatakan bahwa
belajar akan berjalan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Jika piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang, maka Bruner menyatakaan bahwa perkembangan bahasa berat pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif.
belajar akan berjalan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Jika piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang, maka Bruner menyatakaan bahwa perkembangan bahasa berat pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif.
Teori
Discovery Learning (Belajar Menemukan) ada yang menyebutnya sebagai belajar
inkuiri ( Inquiry Learning) yaitu suatu kegiatan belajar yang mengemukakan
aktivitas anak. Inkuiri menekankan kepada proses mencarinya,sedangkan Discovery
(menemukan) menekankan kepada penemuannya. Siswa yang melakukan kegiatan
pencarian, apalagi yang sistematis dan teratur kemungkinan besar menemukan
sesuatu, sedangkan penemuan pada hakikatnya adalah suatu hasil dari proses
pencarian.
Langkah- langkah pembelajaraan menurut Bruner,
dirumuskan sebagai berikut:
1.
Menentukan tujuan pembelajaran.
2.
Melakukan identifikasi karakteristik siswa, entry
behavior
3.
Memilih materi pelajaran.
4.
Menentukan topic – topic yang daapat dipelajari siswa
secara induktif.
5.
Mengembangkan bahan – bahn belajar yang berupa contoh-
contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
6.
Mengatur topik-
topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak,
atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
7.
Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.
c.
Ciri-Ciri Teori Belajar J. Bruner
Terdapat dua ciri konsep belajar penemuan Bruner
ini, diantaranya: Pertama tentang discovery itu sendiri merupakan
ciri umum dari teori Bruner ini, diamana teori ini mengarahkan agar peserta
didik mampu dalam menemukan, mengolah, memilah dan mengembangkan. Berbeda
dengan teori yang lain seperti teori, behavioristik yang belajar berdasarkan
pengalaman tidak memperhatikan aspek kognitifnya. kedua
konsep kurikulum spiral dimana dalam teorinya di tuntut adanya
pengulangan-pengulangan terhadap penegetahuan yang sama namun diulang dengan
pembahsan yang lebih luas dan mendalam. Seperti pengetahuan tentang Ilmu
Pengetahuan Sosial yang di ajarkan pada sekolah dasar, kemudian ilmu
pengetahuan tersebut masih dapat diajarkan di perguruan Tinggi seperti
Psikologi Belajar. Psikologi belajar merupakan pengetahuan yang sama dengan
Ilmu Pengetahuan Sosial namun pembahasan psikologi belajar lebih
mendalam.
d.
Penerapan Teori Belajar J. Bruner
Model ini sangat membebaskan
peserta didik untuk belajar sendiri. Teori ini mengarahkan peserta didik untuk
belajar secara discovery learning (belajar menemukan).
1.
Menentukan tujuan-tujuan
instruksional
2.
Memilih materi
pelajaran
3.
Menentukan
topik-topik yang akan dipeserta didik.
4.
Mencari
contoh-contoh, tugas, ilustrasi dsbnya., yang dapat digunakan peserta didik
untuk bahan belajar
5.
Mengatur topik
peserta didik dari konsep yang paling
kongkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana ke kompleks.
6.
Mengevaluasi
proses dan hasil belajar.
e.
Keistimewaan
dan Kelemahan Discovery Learning
Dalam setiap
teori pastilah ada keistimeaan dan kelemahan. Begitu juga halnya dengan teori discovery
learning yang cetuskan oleh Jerome Bruner. Ada beberapa keistimewaan discovery
learning itu, antara lain:
1.
Discovery
learning menimbulkan keingintahuan siswa,
dapat memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaan sampai mereka menemukan
jawaban-jawaban.
2.
Pendekatan ini
dapat mengajar keterampilan menyelesaikan masalah secara mandiri dan mungkin
memaksa siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi dan tidak hanya
menyerap secara sederhana saja
3.
Hasilnya lebih
berakar dari pada cara belajar yang lain.
4.
Lebih mudah dan
cepat ditangkap
5.
Dapat
dimanfaatkan dalam bidang sudi lain atau dalam kehidupan sehari-hari
6.
Berdaya guna
untuk meningkatkan kemampuan siswa menalar dengan baik.
Sedangkan kelemahan teori Discovey Learning Jerome Bruner antara
lain:
1.
Belajar discovery
learning belum tentu bisa diaplikasikan karena kondisi dan sistem yang
belum mendukuag penemuan sendiri, sementara secara realistis murid didominasi
hanya menerima dari guru
2.
Discovery
learning belum tentu semua murid mahir
untuk menerapkannya.
3.
Discavery
learning berbahaya bagi murid yang kurang
mahir, sebab pengetahuan yang ia peroleh tidak akan menambah pengetahuan yang
sempurna tapi baru sebatas coba-coba.
a.
Konsep dalam Teori Piaget
Ada beberapa
konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori perkembangan
kognitif atau teori perkembangan Piaget, yaitu;
1.
Intelegensi
Piaget mengartikan intelegensi secara lebih luas, juga
tidak mendefinisikan secara ketat. Ia memberikan definisi umum yang lebih
mengungkap orientasi biologis. Menurutnya, intelegensi adalah suatu bentuk
ekuilibrium kearah mana semua struktur yang menghasilkan persepsi, kebiasaan,
dan mekanisme sensiomotor diarahkan. (Piaget dalam DR. P. Suparno,2001:19).
2.
Organisasi
Organisasi adalah suatu tendensi yang umum untuk semua
bentuk kehidupan guna mengintegrasikan struktur, baik yang psikis ataupun
fisiologis dalam suatu sistem yang lebih tinggi.
3.
Skema
Skema adalah suatu struktur mental seseorang dimana ia
secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Skema akan
beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif seseorang.
4.
Asimilasi
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru kedalam skema atau pola
yang sudah ada dalam pikirannya.
5.
Akomodasi.
Akomodasi
adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga cocok dengan
rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan
rangsangan yang ada.
6.
Ekuilibrasi.
Ekuilibrasi
adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sedangkan diskuilibrasi
adalah keadaan dimana tidak seimbangnya antara proses asimilasi dan akomodasi,
ekuilibrasi dapat membuat seseorang menyatukan pengalaman luar dengan struktur
dalamnya.
b.
Pengertian Belajar Menurut Piaget
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil
apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta
didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek
fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan
kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah
interaksi yang terus menerus antara individu dengan lingkungan. Fokus
perkembangan kognitif Piaget adalah perkembangan secara alami fikiran pebelajar
mulai anak-anak sampai dewasa. Konsepsi perkembangan kognitif Piaget,
duturunkan dari analisa perkembangan biologi organisme tertentu. Menurut
Piaget, intelegen (IQ=kecerdasan) adalah seperti sistem kehidupan lainnya,
yaitu proses adaptasi.
c.
Teori Belajar menurut Piaget
Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses belajar
pada anak-anak adalah:
1.
Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan
orang dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk anak kecil,
mereka mempunyai cara yang khas ntuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati
dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar.
2.
Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap
tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak.
3.
Walaupun
berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu
tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap yang lain tidaklah
selalu sama pada setiap anak.
4.
Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor,
yaitu:
a)
Kemasakan
b)
Pengalaman
c)
Interaksi Sosial
d)
Equilibration (proses dari ketiga faktor di atas
bersama-sama untuk membangun dan memperbaiki struktur mental)
5.
Ada 4 tahap perkembangan yaitu:
a)
Tahap Sensori motor (0-2,0 tahun)
b)
Tahap Pre operasional (2,0-7,0 tahun)
c)
Tahap konkret (7,0-11,0 tahun)
d)
Tahap operasi formal (11,0-dewasa)
d.
Penerapan Teori Belajar Piaget Dalam Pengajaran Matematika
Penerapan dari
empat tahap perkembangan intelektual anak yang dikemukakan oleh Piaget, adalah
sebagai berikut:
1.
Tahap
Sensorimotor (0-2 tahun)
Untuk mengembangkan kemampuan matematika anak di tahap ini, kemampuan anak
mungkin ditingkatkan jika dia cukup diperbolehkan untuk bertindak terhadap
lingkungan. Anak – anak pada tahap sensorimotor memiliki beberapa pemahaman
tentang konsep angka dan menghitung. Misalnya: Orang tua dapat membantu anak-
anak mereka menghitung dengan jari, mainan dan permen. Sehingga anak dapat
menghitung benda yang dia miliki dan mengingat apabila ada benda yang ia punya hilang.
2.
Tahap persiapan
operasional ( 2 -7 tahun)
Piaget membagi perkembangan kognitif tahap persiapan operasional dalam dua
bagian:
a.
Umur 2 – 4
tahun
Pada umur 2 tahun, seorang anak mulai dapat menggunakan symbol atau tanda
untuk mempresentasikan suatu benda yang tidak tampak dihadapannya. Penggunaan
symbol itu tampak dalam 4 gejala berikut:
·
Imitasi tidak
langsung
Menurut Wadsworth (dalam Paul Suparno, 2001:51), Anak mulai dapat
menggambarkan suatu hal yang sebelumnya dapat dilihat, yang sekarang sudah
tidak ada. Dengan kata lain, ia mulai dapat membuat imitasi yang tidak langsung
dari bendanya sendiri. Contohnya: Bola
sesungguhnya dalam bentuk bola plastik.
·
Permainan
simbolis
Dalam permainan simbolis, seringkali terlihat bahwa seorang anak berbicara
sendirian dengan mainannya. Misalnya: Jika si anak merasa senang dengan bola,
maka ia akan bermain bola – bolaan. Menurut Piaget, permainan tersebut
merupakan ungkapan diri anak dalam menghadapi masalah, suasana hati, ketakutan
dan lain – lain
·
Menggambar
Menggambar pada tahap pra operasional merupakan jembatan antara permainan
simbolis dengan gambaran mental. Unsur permainan simbolisnya terletak pada segi
“kesenangan” pada diri anak yang sedang menggambar. Unsur gambaran mentalnya
terletak pada usaha anak untuk mulai meniru sesuatu yang real.
·
Gambaran mental
Gambaran mental adalah penggambaran secara pikiran suatu objek atau
pengalaman yang lampau. Pada tahap ini, anak masih mempunyai kesalahan yang
sistematis dalam menggambarkan kembali gerakan atau transformasi yang ia amati.
Contoh: Ada deretan 5 kelereng berwarna coklat dan hitam. Anak tersebut masih beranggapan bahwa kelereng coklat lebih banyak daripada kelereng
hitam karena jarak kelereng coklat lebih besar daripada kelereng hitam. Apabila
jarak kelereng hitam dan coklat disamakan maka anak mengatakan bahwa jumlah
kelereng sama.
b.
Umur 4 – 7
tahun (pemikiran intuitif)
Pada umur 4 – 7 tahun, pemikiran anak semakin berkembang pesat. Tetapi
perkembangan itu belum penuh karena anak masih mengalami operasi yang tidak
lengkap dengan suatu bentuk pemikiran atau penalaran yang tidak logis. Contoh:
Terdapat 20 kelereng, 16 berwarna merah dan 4 putih diperlihatkan kepada
seorang anak dengan pertanyaan berikut: “Manakah yang lebih banyak kelereng
merah ataukah kelereng-kelereng itu?”
·
A usia 5 tahun
menjawab: “lebih banyak kelereng merah.”
·
B usia 7 tahun
menjawab: “Kelereng kelereng lebih banyak daripada kelereng yang berwarna
merah.”
Tampak bahwa A tidak mengerti
pertanyaan yang diajukan, sedangkan B mampu menghimpun kelereng merah dan putih
menjadi suatu himpunan kelereng atau dapat disimpulkan bahwa anak masih sulit
untuk menggabungkan pemikiran keseluruhan dengan pemikiran bagiannya. Contoh
lain, seorang anak dihadapkan dengan pertanyaan: “Manakah yang lebih berat 1 Kg
kapas atau 1 Kg besi?”. Anak tersebut pasti menjawab 1 Kg besi tanpa berpikir
terlebih dahulu.
3.
Tahap operasi
konkret (7 – 11 tahun)
Tahap operasi konkret dicirikan dengan perkembangan system pemikiran yang
didasarkan pada aturan – aturan tertentu yang logis. Tahap operasi konkret
ditandai dengan adanya system operasi berdasarkan apa- apa yang kelihatan
nyata/konkret. Anak masih mempunyai kesulitan untuk menyelesaikan persoalan
yang mempunyai banyak variabel. ya. Misalnya, bila suatu benda A dikembangkan
dengan cara tertentu menjadi benda B, dapat juga dibuat bahwa benda B dengan
cara tertentu kembali menjadi benda A. Dalam matematika, diterapkan dalam
operasi penjumlahan (+), pengurangan (-), urutan (<), dan persamaan (=).
Contohnya, 5 + 3 = 8 dan 8 – 3 = 5.
Pada umur 8 tahun, anak sudah memahami konsep penjumlahan yang seterusnya berlanjut pada perkalian. Misalnya guru
memberikan soal kepada siswa mengenai perkalian.
Guru: “Berapa 8 × 4, Dony?”
Dony: “ 32 Pak!”
Pada umur 9 tahun, penalaran anak masih cenderung tidak dapat menghubungkan
suatu rangkaian atau gagasan yang terpisah dalam suatu keseluruhan yang masih
kurang jelas. Contohnya dalam
menyelesaikan persoalan seperti berikut:
Rambut Tina (T) kurang gelap daripada rambut Sinta (S).
Rambut Tina (Ts) lebih gelap daripada rambut Lily (L).
Rambut siapa yang lebih gelap?
4.
Tahap operasi
formal (11 tahun keatas)
Pada tahap ini, anak sudah mampu berpikir abstrak bila dihadapkan kepada
suatu masalah dan ia dapat mengisolasi untuk sampai kepada penyelesaian masalah
tersebut. Pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan tempat tidak hanya terikat
pada hal yang sudah dialami.
Contoh: Seorang anak mengamati topi ayahnya yang berbentuk kerucut. Ia
ingin mengetahui volum dari topi ayahnya tersebut. Lalu ia mengukur topi
tersebut dan memperoleh tinggi kerucut 30 cm dengan jari – jari 21 cm.
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka guru sudah terlebih dahulu
memberikan konsep kepada siswa mengenai bangun ruang(volum limas).
Volum limas = ⅓(luas alas)(tinggi limas = ⅓ × ะป × r² × t²
= ⅓ × 3,14 × 7² cm² × 3 cm
= 154 cm³
e.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Piaget
1.
Kelebihan
a.
Membantu siswa
memahami bahan belajar secara lebih mudah
b.
Dapat
meningkatkan motivasi siswa dalam
belajar.
c.
Menjadikan
proses berpikir siswa lebih kreatif
d.
Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan
masalah (problem solving).
e.
Siswa diberi
peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
2.
Kekurangan
a.
Tidak dapat diukur dengan hanya satu siswa saja,
melainkan kita harus melihat kemampuan mereka.
b.
Siswa masih merasa sulit ketika dihadapkan pada
benda-benda atau peristiwa-peristiwa yang tidak ada
hubungannya secara jelas dan konkrit dengan realitas.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teori belajar kognitif lebih menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan
oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan
belajarnya. Teori ini lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajar. Tokoh dalam teori belajar kognitivisme dari Gestalt yang memandang
bahwa objek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai suatu keseluruhan
yang terorganisasi, teori belajar medan kognitif dari Kurt Lewin yang memandang
bahwa setiap individu berada didalam suatu medan kekuatan yang bersifat
psikologis, teori belajar perkembangan Jean Piaget yang memandang bahwa
perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang
didasarkan atas mekanisme bilogis, perkembangan sistem saraf, teori belajar
discovery learning dari Jerome S. Bruner yang memandang bahwa anak haus berperan
secara aktif saat belajar dikelas. Konsepnya adalah belajar dengan menemukan
siswa mengorganisasikan bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan suatu bentuk
akhir yang sesuai dengan tingkat kemajuan berpikir anak.
B.
Saran
Teori belajar kognitif hendaknya digunakan
sebagai landasan atau dasar yang harus dipahami oleh guru ataupun calon guru
pada khususnya dan pada masyarakat pada umumnya agar apa yang di di pelajari
dapat digunakan dalam kegiatan belajar dan pembelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta :
Jakarta.
Djaali, 2011. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Hariyanto,
Suyono. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: Penerbit Remaja Rosdakarya.
Mulyati.2005. Psikologi Belajar. Surakarta: Andi.
Nasution, S.
2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bumi
Akasara : Jakarta.
Sudjana,
Nana.1991.Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: LP. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. 1991.
Turmuzi,
Muhammad. 2012. Strategi Pembelajaran Matematika. Mataram: Universitas
Mataram.
Wilis Dahar, Ratna. 1989. Teori-teori Belajar.
Jakarta: Erlangga.
http://arienuryamin.blogspot.co.id/2013/11/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html (Diakses
pada tanggal 16 April 2017 pukul 08.00 WITA).
http://novitaimelda.blogspot.co.id/2014/12/makalah-teori-belajar-medan-kognitif.html (Diakses
pada tanggal 16 April 2017 pukul 11.00 WITA).
http://rima-putri13.blogspot.co.id/2015/01/teori-pembelajaran-jerome-bruner.html (Diakses
pada tanggal 16 april 2017 pukul 12.00 WITA).
http://hadiwijayaysuprimaryedu.blogspot.co.id/2011/12/analisi-kritis-psikologi-kurang.html (Diakses
pada tanggal 16 April 2017 pukul 12.20 WITA).
http://aswaranas2204.blogspot.co.id/2013/11/12.html (Diakses
pada tanggal 16 April 2017 pukul 12.30 WITA).
Komentar
Posting Komentar