Bimbingan Konseling, Persamaan dan Perbedaan, Landasan-Landasan BK di sekolah dan Peran Guru Mapel dalam Pelaksaan BK di Sekolah

1. Bimbingan Konseling
    Bimbingan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang akan dilakukan melalui wawancara konseling ( face to face) oleh seseorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalai suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan sebagai potensi yang dimiliki dan saran yang ada, sehingga indivu atau kelompok atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang oktimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahtraan hidup si konseli.

2. Perbedaan dan Persamaan Bimbingan Konseling
Indikator
Bimbingan
Konseling
Isi
Pemberian informasi dan pengumpulan data siswa
Bantuan dalam pertemuan face to face
Tenaga
Orang tua, guru, wali kelas, kepala sekolah, orang dewasa
Tenaga yang terlatih dan terdidik
Fungsi
Pemahaman dan pengembangan
Pengembangan dan advokasi
Asas
Menekankan pada asas kesukarelaan
Menekankan pada asas dan kerahasiaan
Persamaan
Sama-sama berusaha untuk memandirikan individu, sama-sama diterapkan dalam program persekolahan dan sama-sama mengikuti norma-norma yang berlaku

3. Landasan Yuridis, Filosofis dan Psikologis perlu adanya BImbingan Konseling di Sekolah

 a. Landasan Yuridis 
Penyelenggaraan bimbingan dan konseling (BK) di sekolah merupakan bagian integral dari sistem pendidikan kita demi mencerdaskan kehidupan bangsa melalui berbagai pelayanan bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka seoptimal mungkin. Kehadiran BK di institusi pendidikan sudah memiliki landasan yuridis formal dimana pemerintah telah menyediakan payung hukum terhadap keberadaan BK di sekolah. Berikut disampaikan peraturan-peraturan yang mendasari dan terkait langsung dengan layanan BK di sekolah.
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kerampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kemudian mengenai pendidik diterangkan di Ayat 6 yaitu dimana pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Selanjutnya tentang fungsi dan tujuan pendidikan dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selanjutnya tentang hak peserta didik disebutkan dalam Bab 5 pasal 12 Ayat 1b dimana setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan bahwa pelayanan konseling meliputi pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor di Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional. Kemudian penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan konselor wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor.
Berikutnya dalam PP No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dalam Bab 10 tentang Bimbingan diterangkan di Pasal 27 bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan. Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
PP No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan Pasal 1 Ayat 2 diatur bahwa tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang bertugas membimbing, mengajar, dan/atau melatih peserta didik. Seterusnya di Ayat 3 dinyatakan bahwa  tenaga pembimbing adalah tenaga pendidik yang bertugas membimbing peserta didik. Pada Pasal 3 Ayat 2 dimana tenaga pendidik terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih.
Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, Pasal 3 Ayat 2 menyebutkan bahwa salah satu tugas pokok guru adalah menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya. Selanjutnya di Pasal 5 Ayat 1c disebutkan bahwa salah satu bidang kegiatan guru adalah bidang pendidikan, yang meliputi diantaranya melaksanakan proses belajar mengajar atau praktek atau melaksanakan BK.
Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan BK di sekolah, pemerintah melalui SK Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 0433/P/1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru Pembimbing dan Angka Kreditnya, serta SK Mendikbud Nomor 025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, menetapkan tugas guru pembimbing (konselor sekolah) sebagai berikut: (1) menyusun program BK, (2) melaksanakan BK, (3) mengevaluasi hasil pelaksanaan BK, (4) menganalisis hasil evaluasi pelaksanaan BK, (5) tindak lanjut pelaksanaan BK. Adapun rincian dari tugas tersebut diatas adalah sebagai berikut:
1.      Penyusunan program BK adalah membuat rencana pelayanan BK dalam bidang
bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir.
2.      Pelaksanan BK adalah melaksanakan fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliharaan dan pengembangan dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir.
3.      Evaluasi pelaksanan BK adalah kegiatan menilai layanan BK dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbangan belajar dan bimbingan karier.
4.      Analisis evaluasi pelaksanaan BK adalah menelaah hasil evaluasi pelaksanaan BK yang mencakup pelayanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan pembelajaran serta kegiatan pendukungnya.
5.      Tindak lanjut pelaksanaan BK adalah kegiatan menindaklanjuti hasil analisis evaluasi tentang layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok dan pembelajaran serta kegiatan pendukungnya.
Secara umum tugas konselor sekolah adalah bertanggung jawab untuk membimbing peserta didik secara individual sehingga memiliki kepribadian yang matang dan mengenal potensi dirinya secara menyeluruh. Dengan demikian diharapkan siswa tersebut mampu membuat keputusan terbaik untuk dirinya, baik dalam memecahkan masalah mereka sendiri maupun dalam menetapkan karir mereka dimasa yang akan datang ketika individu tersebut terjun di masyarakat. Tugas konselor sekolah adalah menyelenggarakan pelayanan bimbingan yang meliputi: bidang bimbingan pribadi, bidang bimbingan sosial, bidang bimbingan belajar dan bidang bimbingan karir yang disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa.


b. Landasan Filosofis
       Landasan filosofis atau filsafat berasal dari bahasa Yunani : philos berarti cinta dan shopos berarti bijaksana. Jadi filosofis berarti kecintaan terhadap kebijaksaan. Landasan filosofis merupaka landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khusus bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan konseling yang yang lebih bisa bertanggung jawab secra logis, etis maupun estetis. Filsafat memfunyai fungsi dalam kehidupan manusia, yaitu :
a.       Setiap manusia harus mengambil keputusan atau tindakan.
b.      Keputusan yang diambil adalah keputusan sendiri.
c.       Dengan berfilsafat dapat mengurangi salah paham dan berfikir
d.      Untuk menghadapi banyak kesimpangsiuran dan dunia yang selalu berubah
Latar belakang dari segi Filosofis menyangkut masalah perkembangan individu, perbedaan individu, kebutuhan individu penyesuaian diri serta masalah belajar. Landasan filosofis merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
1.   Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
2.  Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
  1. Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
  2. Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
  3. Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
  4. Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
  5. Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
  6. Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
  7. Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dilihat dari fungsi filsafat itu sendiri, bahwa landasan filsafat ini sangat penting digunakan untuk membantu kita. Terutama siswa karena saat mereka mengambil keputusan atau tindakan sangat penting suatu pertimbangan. Dari sinilah perlu Bimbingan Konseling (konselor) yang akan membantu siswa dalam dalam mengarahkannya dan membimbingnya dalam mengambil keputusan yang menurutnya nanti yang tebaik. BK ada di sekolah juga didasari oleh kebutuhan dunia pendidikan itu sendiri. Karena batapa sulitnya mengumpulkan manusia dalam satu tempat dan mengontlor emosi dari siswa yang masih labil itu. Karena itulah ada BK yang akan memecahkan masalah setiap indovidu/ siswa yang dikumpulkan itu. Dan dengan memahami hakikat manusia juga tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.

c. Landasan Psikologis
Latar belakang psikologis dalam BK memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran (klien). Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah laku klien, yaitu tingkah laku yang perlu diubah atau dikembangkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Peserta didik sebagai individu yang dinamis dan berada dalam proses perkembangan, memiliki kebutuhan dan dinamika dalam interaksi dengan lingkungannya. Di samping itu, peserta didik senantiasa mengalami berbagai perubahan sikap dan tingkah lakunya. Proses perkembangan tidak selalu berlangsung secara linier (sesuai dengan arah yang diharapkan atau norma yang dijunjung tinggi), tetapi bersifat fluktuatif dan bahkan terjadi stagnasi atau diskontinuitas perkembangan.
Tapi dalam landasan psikologis ini dapt memberikan pemahaman bagi konselor terhadap prilaku individu yang menjadi sasaran layanannya. Maka untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah daerah kajian dalam bidang psikologi perlu dikuasai, yaitu tentang:
1.      Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
2.      Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
3.      Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
4.      Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
5.      Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
a.       Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
b.       Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
c.        Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
d.       Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
e.        Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
f.        Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian.
4. Peran guru mata melajaran dalam rangka pelaksanaan Bimbingan Konseling di sekolah 
Guru adalah pelaksana pengajaran serta bertanggung jawab memberikan informasi tentang siswa untuk kepentingan bimbingan dan konseling. Di sekolah salah satu tugas utama guru adalah mengajar. Dalam kesempatan mengajar siswa, guru mengenal tingkah laku, sifat-sifat, kelebihan dan kelemahan tiap-tiap siswa. Dengan demikian, disamping bertugas sebagai pengajar, guru juga dapat bertugas dan berperan dalam bimbingan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, maupun guru dengan orang tua.
Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru dalam bimbingan dan konselingadalah :
      1.      Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
   2.  Mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta      pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
     3.      Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa      yang  menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
     4.      Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan kegiatan bimbingan      dan konseling untuk mengikuti kegiatan yang dimaksudkan itu.
      5.      Menangani masalah siswa.
     6.      Mengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan      konseling serta upaya tindak lanjutnya.
        Apabila dirinci ada beberapa peranan yang dapat dilakukan dilakukan oleh seorang guru mata pelajaran ketika ia diminta mengambil bagian dalam pelaksanaan  bimbingan dan konseling di sekolah.
      a.       Guru sebagai informator
            Seorang guru dalam kinerjanya dapat berperan sebagai informator, terutama  berkaitan dengan tugasnya membantu guru pembimbing atau konselor dalam memasyarakatkan layanan bimbingan dan konseling kepada siswa pada umumnya. Melalui peranan ini, guru dapat menginformasikan berbagai hal tentangla yanan bimbingan dan konseling, tujuan, fungsi, dan manfaatnya bagi siswa.
      b.      Guru sebagai fasilitator
            Guru dapat berperan sebagai fasilitator terutama ketika dilangsungkan layanan  pembelajaran baik itu yang bersifat preventif ataupun kuratif. Dibandingkan konselor, guru lebihmemahamitentangketerampilanbelajar yang perlu dikuasai siswa pada mata pelajaran yang diajarnya. Maka, pada saat siswa mengalami kesulitan belajar, guru dapat merancang program perbaikan (remedial teaching) dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan yang dialami dan penyesuaian dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya, bagi siswa yang pandai guru dapat  memprogramkan tindak lanjut berupa kegiatan pengayaan (enrichment).
      c.       Guru sebagai mediator
            Dalam kedudukannya yang strategis, yakni berhadapan langsung dengan siswa, guru dapatberperansebagai mediator antara siswa dan konselor. Hal itu tampak misalnya saat seorang guru diminta untuk melakukan kegiatan identifikasi siswa yang memerlukan bimbingan dan konseling kepada konselor sekolah. 
      d.      Guru sebagai motivator
            Dalam peranan ini, guru dapatberperansebagaipemberimotivasisiswadalammemanfaatkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, sekaligus memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh layanan konseling, misalnya pada saat siswa seharusnya mengikuti pelajaran di kelas. Tanpakerelaan guru dalam memberi kesempatan kepada siswa menerima layanan, layanan konseling perorangan akan sulit terlaksana mengingat terbatasnya jam khusus  bimbingan dan konseling pada sekolah-sekolah kita.
      e.       Guru Sebagai Kolaborator
            Sebagai mitra seprofesi, yakni sama-sama sebagai tenaga pendidik di sekolah, guru dapat berperan sebagai kolaborator konselor di sekolah, misalnya dalam  penyelenggaraan berbagai jenis layanan orientasi informasi, layanan pembelajaran, atau dalam pelaksanaan kegiatan pendukung seperti konferensi kasus, himpunan data dan kegiatanlainnya yang relevan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

REFERENSI SOAL-SOAL POST TES PPG 2025_FPPN 3 MODUL PEMBELAJARAN FILOSOFI PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN NILAI

REFERENSI SOAL-SOAL POST TES PPG 2025_FPPN 1 MODUL PEMBELAJARAN FILOSOFI PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN NILAI

REFERENSI SOAL-SOAL POST TES PPG 2025_FPPN 2 MODUL PEMBELAJARAN FILOSOFI PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN NILAI