Bimbingan Konseling, Persamaan dan Perbedaan, Landasan-Landasan BK di sekolah dan Peran Guru Mapel dalam Pelaksaan BK di Sekolah
1. Bimbingan Konseling
Bimbingan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang akan dilakukan melalui wawancara konseling ( face to face) oleh seseorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalai suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan sebagai potensi yang dimiliki dan saran yang ada, sehingga indivu atau kelompok atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang oktimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahtraan hidup si konseli.
2. Perbedaan dan Persamaan Bimbingan Konseling
3. Landasan Yuridis, Filosofis dan Psikologis perlu adanya BImbingan Konseling di Sekolah
c. Landasan Psikologis
Bimbingan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang akan dilakukan melalui wawancara konseling ( face to face) oleh seseorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalai suatu masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli serta dapat memanfaatkan sebagai potensi yang dimiliki dan saran yang ada, sehingga indivu atau kelompok atau kelompok individu itu dapat memahami dirinya sendiri untuk mencapai perkembangan yang oktimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kesejahtraan hidup si konseli.
2. Perbedaan dan Persamaan Bimbingan Konseling
Indikator
|
Bimbingan
|
Konseling
|
Isi
|
Pemberian
informasi dan pengumpulan data siswa
|
Bantuan
dalam pertemuan face to face
|
Tenaga
|
Orang
tua, guru, wali kelas, kepala sekolah, orang dewasa
|
Tenaga
yang terlatih dan terdidik
|
Fungsi
|
Pemahaman
dan pengembangan
|
Pengembangan
dan advokasi
|
Asas
|
Menekankan
pada asas kesukarelaan
|
Menekankan
pada asas dan kerahasiaan
|
Persamaan
|
Sama-sama
berusaha untuk memandirikan individu, sama-sama diterapkan dalam program
persekolahan dan sama-sama mengikuti norma-norma yang berlaku
|
3. Landasan Yuridis, Filosofis dan Psikologis perlu adanya BImbingan Konseling di Sekolah
a. Landasan Yuridis
Penyelenggaraan bimbingan dan konseling (BK) di
sekolah merupakan bagian integral dari sistem pendidikan kita demi mencerdaskan
kehidupan bangsa melalui berbagai pelayanan bagi peserta didik untuk
mengembangkan potensi mereka seoptimal mungkin. Kehadiran BK di institusi
pendidikan sudah memiliki landasan yuridis formal dimana pemerintah telah
menyediakan payung hukum terhadap keberadaan BK di sekolah. Berikut disampaikan
peraturan-peraturan yang mendasari dan terkait langsung dengan layanan BK di
sekolah.
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta kerampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Kemudian mengenai pendidik diterangkan di Ayat 6 yaitu dimana pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
Selanjutnya tentang fungsi dan tujuan pendidikan
dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3
dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Selanjutnya tentang hak peserta didik
disebutkan dalam Bab 5 pasal 12 Ayat 1b dimana setiap peserta didik pada setiap
satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya.
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar
Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyebutkan bahwa pelayanan
konseling meliputi pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
dan mengekspresikan diri sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat. Kegiatan
pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan
dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan
karir peserta didik. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing
oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk
kegiatan ekstrakurikuler.
Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor di Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa
untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar
kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional.
Kemudian penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan
konselor wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor.
Berikutnya dalam PP No. 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah dalam Bab 10 tentang Bimbingan diterangkan di Pasal 27
bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka
upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan.
Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
PP No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan
Pasal 1 Ayat 2 diatur bahwa tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang
bertugas membimbing, mengajar, dan/atau melatih peserta didik. Seterusnya di
Ayat 3 dinyatakan bahwa tenaga pembimbing adalah tenaga pendidik yang
bertugas membimbing peserta didik. Pada Pasal 3 Ayat 2 dimana tenaga pendidik
terdiri atas pembimbing, pengajar, dan pelatih.
Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya, Pasal 3 Ayat 2 menyebutkan bahwa salah satu tugas pokok guru adalah
menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, evaluasi
pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut
dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Selanjutnya di Pasal 5 Ayat 1c disebutkan bahwa salah satu bidang kegiatan guru
adalah bidang pendidikan, yang meliputi diantaranya melaksanakan proses belajar
mengajar atau praktek atau melaksanakan BK.
Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan BK di
sekolah, pemerintah melalui SK Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 0433/P/1993 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru Pembimbing dan Angka Kreditnya, serta SK
Mendikbud Nomor 025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, menetapkan tugas guru
pembimbing (konselor sekolah) sebagai berikut: (1) menyusun program BK, (2)
melaksanakan BK, (3) mengevaluasi hasil pelaksanaan BK, (4) menganalisis hasil
evaluasi pelaksanaan BK, (5) tindak lanjut pelaksanaan BK. Adapun rincian dari
tugas tersebut diatas adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan program BK adalah membuat rencana
pelayanan BK dalam bidang
bimbingan
pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir.
2. Pelaksanan BK adalah melaksanakan fungsi
pemahaman, pencegahan, pengentasan, pemeliharaan dan pengembangan dalam bidang
bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar dan bimbingan karir.
3. Evaluasi pelaksanan BK adalah kegiatan menilai
layanan BK dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbangan belajar
dan bimbingan karier.
4. Analisis evaluasi pelaksanaan BK adalah menelaah
hasil evaluasi pelaksanaan BK yang mencakup pelayanan orientasi, informasi,
penempatan dan penyaluran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok,
dan pembelajaran serta kegiatan pendukungnya.
5.
Tindak lanjut
pelaksanaan BK adalah kegiatan menindaklanjuti hasil analisis evaluasi tentang
layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, konseling perorangan,
bimbingan kelompok, konseling kelompok dan pembelajaran serta kegiatan
pendukungnya.
Secara umum tugas konselor sekolah adalah
bertanggung jawab untuk membimbing peserta didik secara individual sehingga
memiliki kepribadian yang matang dan mengenal potensi dirinya secara menyeluruh.
Dengan demikian diharapkan siswa tersebut mampu membuat keputusan terbaik untuk
dirinya, baik dalam memecahkan masalah mereka sendiri maupun dalam menetapkan
karir mereka dimasa yang akan datang ketika individu tersebut terjun di
masyarakat. Tugas konselor sekolah adalah menyelenggarakan pelayanan bimbingan
yang meliputi: bidang bimbingan pribadi, bidang bimbingan sosial, bidang
bimbingan belajar dan bidang bimbingan karir yang disesuaikan dengan tahap
perkembangan siswa.
b. Landasan Filosofis
Landasan filosofis atau filsafat berasal dari bahasa Yunani
: philos berarti cinta dan shopos berarti bijaksana. Jadi filosofis berarti
kecintaan terhadap kebijaksaan. Landasan filosofis merupaka landasan yang dapat
memberikan arahan dan pemahaman khusus bagi konselor dalam melaksanakan setiap
kegiatan bimbingan konseling yang yang lebih bisa bertanggung jawab secra
logis, etis maupun estetis. Filsafat memfunyai fungsi dalam kehidupan manusia,
yaitu :
a.
Setiap manusia harus mengambil keputusan
atau tindakan.
b.
Keputusan yang diambil adalah
keputusan sendiri.
c.
Dengan berfilsafat dapat mengurangi
salah paham dan berfikir
d.
Untuk menghadapi banyak
kesimpangsiuran dan dunia yang selalu berubah
Latar belakang dari segi Filosofis
menyangkut masalah perkembangan individu, perbedaan individu, kebutuhan
individu penyesuaian diri serta masalah belajar. Landasan filosofis
merupakan landasan yang dapat memberikan arahan dan pemahaman khususnya bagi
konselor dalam melaksanakan setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang lebih
bisa dipertanggungjawabkan secara logis, etis maupun estetis.Landasan filosofis
dalam bimbingan dan konseling terutama berkenaan dengan usaha mencari jawaban
yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang : apakah manusia itu ? Untuk menemukan
jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak dapat dilepaskan
dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik sampai
dengan filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran
filsafat yang ada, para penulis Barat .(Victor Frankl, Patterson, Alblaster
& Lukes, Thompson & Rudolph, dalam Prayitno, 2003) telah
mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut :
1. Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan
mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
2. Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada
dirinya.
- Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan
menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
- Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik
dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan
menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
- Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual
yang harus dikaji secara mendalam.
- Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan
kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya
sendiri.
- Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan
kehidupannya sendiri.
- Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai
keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut
perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan
menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia
itu.
- Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat
dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk
menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dilihat dari fungsi filsafat itu sendiri, bahwa landasan
filsafat ini sangat penting digunakan untuk membantu kita. Terutama siswa
karena saat mereka mengambil keputusan atau tindakan sangat penting suatu
pertimbangan. Dari sinilah perlu Bimbingan Konseling (konselor) yang akan
membantu siswa dalam dalam mengarahkannya dan membimbingnya dalam mengambil
keputusan yang menurutnya nanti yang tebaik. BK ada di sekolah juga didasari
oleh kebutuhan dunia pendidikan itu sendiri. Karena batapa sulitnya
mengumpulkan manusia dalam satu tempat dan mengontlor emosi dari siswa yang
masih labil itu. Karena itulah ada BK yang akan memecahkan masalah setiap
indovidu/ siswa yang dikumpulkan itu. Dan dengan memahami hakikat manusia juga
tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang
dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi
dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok
utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
Latar belakang psikologis dalam BK memberikan pemahaman
tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran (klien). Hal ini sangat
penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah laku
klien, yaitu tingkah laku yang perlu diubah atau dikembangkan untuk mengatasi
masalah yang dihadapi.
Peserta didik sebagai individu yang dinamis dan berada dalam
proses perkembangan, memiliki kebutuhan dan dinamika dalam interaksi dengan
lingkungannya. Di samping itu, peserta didik senantiasa mengalami berbagai
perubahan sikap dan tingkah lakunya. Proses perkembangan tidak selalu
berlangsung secara linier (sesuai dengan arah yang diharapkan atau norma yang
dijunjung tinggi), tetapi bersifat fluktuatif dan bahkan terjadi stagnasi atau
diskontinuitas perkembangan.
Tapi dalam landasan psikologis ini dapt memberikan pemahaman
bagi konselor terhadap prilaku individu yang menjadi sasaran layanannya. Maka
untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah daerah kajian dalam bidang
psikologi perlu dikuasai, yaitu tentang:
1.
Motif dan
Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan
dorongan yang menggerakkan seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif
yang didasari oleh kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia
lahir, seperti : rasa lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang
terbentuk dari hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau
keterampilan tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut
diaktifkan dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik)
maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku
instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.
2.
Pembawaan
dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan
dengan faktor-faktor yang membentuk dan mempengaruhi perilaku individu.
Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari
keturunan, yang mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit,
golongan darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu.
Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk
mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu
berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada
individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau
bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius),
normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula
dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif
dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang
dimilikinya dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup
dan berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana
yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak
dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
3.
Perkembangan
Individu
Perkembangan individu berkenaan
dengan proses tumbuh dan berkembangnya individu yang merentang sejak masa
konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik
dan psikomotorik, bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa
teori tentang perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan,
diantaranya : (1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis
dan kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan
seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori
dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang
perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7)
Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst
tentang tugas-tugas perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa
dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya,
konselor harus memahami berbagai aspek perkembangan individu yang dilayaninya
sekaligus dapat melihat arah perkembangan individu itu di masa depan, serta
keterkaitannya dengan faktor pembawaan dan lingkungan.
4.
Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep
yang amat mendasar dari psikologi. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar,
seseorang tidak akan dapat mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan
belajar manusia mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti
perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan
memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah
tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda
perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan prasyarat
belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari kematangan atau
pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang
berkaitan dengan belajar terdapat beberapa teori belajar yang bisa dijadikan
rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar
Kognitif atau Teori Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa
ini mulai berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.
5.
Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya
masih belum menemukan rumusan tentang kepribadian secara bulat dan
komprehensif.. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W.
Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi
tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya,
akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih
lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam
diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik
dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian
kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003)
mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang
bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan
dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma)
lingkungan.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian
individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal,
diantaranya : Teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl
Gustav Jung, Teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan,
teori Personologi dari Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi
Individual dari Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson,
Teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin
(2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :
a. Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika
perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
b. Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat
lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
c.
Sikap; sambutan terhadap objek yang
bersifat positif, negatif atau ambivalen.
d. Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional
terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih,
atau putus asa.
e.
Responsibilitas (tanggung jawab),
kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan.
Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari
resiko yang dihadapi.
f.
Sosiabilitas; yaitu disposisi
pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti: sifat pribadi
yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Untuk
kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya memahami dan
mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka konselor harus dapat
memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang melatarbelakangi
perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga
harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya
sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya. Begitu
pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan yang kondusif bagi
pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan upaya pengembangan
belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-aspek dalam
belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya
pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami tentang
karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor
benar-benar dapat menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat
bidang psikologi yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum,
psikologi perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan
psikologi kepribadian.
4. Peran guru mata
melajaran dalam rangka pelaksanaan Bimbingan Konseling di sekolah
Guru adalah pelaksana pengajaran serta bertanggung jawab
memberikan informasi tentang siswa untuk kepentingan bimbingan dan konseling.
Di sekolah salah satu tugas utama guru adalah mengajar. Dalam kesempatan
mengajar siswa, guru mengenal tingkah laku, sifat-sifat, kelebihan dan
kelemahan tiap-tiap siswa. Dengan demikian, disamping bertugas sebagai
pengajar, guru juga dapat bertugas dan berperan dalam bimbingan antara siswa
dengan siswa, siswa dengan guru, maupun guru dengan orang tua.
Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab
guru-guru dalam bimbingan dan konselingadalah :
1.
Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada siswa.
2. Mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan
bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
3.
Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa
dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan
konseling.
4.
Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang
memerlukan kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti kegiatan yang
dimaksudkan itu.
5.
Menangani masalah siswa.
6.
Mengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka
penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Apabila dirinci ada beberapa peranan yang dapat dilakukan
dilakukan oleh seorang guru mata pelajaran ketika ia diminta mengambil bagian
dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah.
a.
Guru sebagai informator
Seorang guru dalam kinerjanya dapat berperan
sebagai informator, terutama berkaitan dengan tugasnya membantu guru
pembimbing atau konselor dalam memasyarakatkan layanan bimbingan dan konseling kepada
siswa pada umumnya. Melalui peranan ini, guru dapat menginformasikan berbagai hal
tentangla yanan bimbingan dan konseling, tujuan, fungsi, dan manfaatnya bagi siswa.
b.
Guru sebagai fasilitator
Guru dapat berperan sebagai fasilitator
terutama ketika dilangsungkan layanan pembelajaran baik itu yang bersifat
preventif ataupun kuratif. Dibandingkan konselor, guru
lebihmemahamitentangketerampilanbelajar yang perlu dikuasai siswa pada mata pelajaran
yang diajarnya. Maka, pada saat siswa mengalami kesulitan belajar, guru dapat merancang
program perbaikan (remedial teaching) dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan
yang dialami dan penyesuaian dengan gaya
belajar siswa. Sebaliknya, bagi siswa yang pandai guru dapat memprogramkan tindak lanjut berupa kegiatan pengayaan
(enrichment).
c.
Guru sebagai mediator
Dalam kedudukannya yang strategis,
yakni berhadapan langsung dengan siswa, guru dapatberperansebagai mediator
antara siswa dan konselor. Hal itu tampak misalnya saat seorang guru diminta untuk
melakukan kegiatan identifikasi siswa yang memerlukan bimbingan dan konseling kepada
konselor sekolah.
d.
Guru sebagai motivator
Dalam peranan ini, guru
dapatberperansebagaipemberimotivasisiswadalammemanfaatkan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah, sekaligus memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
layanan konseling, misalnya pada saat siswa seharusnya mengikuti pelajaran di
kelas. Tanpakerelaan guru dalam memberi kesempatan kepada siswa menerima layanan,
layanan konseling perorangan akan sulit terlaksana mengingat terbatasnya jam
khusus bimbingan dan konseling pada sekolah-sekolah kita.
e.
Guru Sebagai Kolaborator
Sebagai mitra
seprofesi, yakni sama-sama sebagai tenaga pendidik di sekolah, guru dapat berperan
sebagai kolaborator konselor di sekolah, misalnya dalam penyelenggaraan berbagai
jenis layanan orientasi informasi, layanan pembelajaran, atau dalam pelaksanaan
kegiatan pendukung seperti konferensi kasus, himpunan data dan kegiatanlainnya
yang relevan.
Komentar
Posting Komentar