ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN
            Pada dasarnya atau sesuai kuadratnya, manusia adalah makhluk sosial/ bermasyarakat yang menurut Aristoteles disebut sebagai “Zoon Politicon”, Sehingga pada dasarnya pula masnusia itu tidak bisa hidup wajar dengan menyendiri. Hampir sebagian besar tujuannya ternyata dapat terpenuhi, apabila manusia itu berhubungan dengan manusia lain atau orang lain. Hal ini terutama sekali disebabkan karena adanya keterbatasan sifat kodrati manusia sendiri, serta adanya pembatasan-pembatasan yang dihadapi manusia didunia ini dalam usaha mencapai tujuannya.
            Dalam usahanya bermasyarakat itu, maka orang pergi berkelompok atau memasuki sesuatu kelompok atau organisasi, juga demi mencapai suatu kepuasan (lahir/batin) serta peningkatan diri.
            Kelompok atau oraganisasi itu kemudian menjadi himpunan manusia dengan berbagai kekurangan dan kelebihan masing-masing, sehingga ada yang sangat menonjol, dan diakui kelebihannya oleh anggota-angota atau sebagian besar anggotnya-anggotanya, terutama dalam mempengaruhi dan menggerakkan usaha bersama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, ia adalah pemimpin. Gaya dan proses untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain atau sekelompok orang untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan, adalah pemimpin.

Organisasi
            Secara umum, organisasi adalah kelompok manusia yang berkumpul dalam suatu wadah yang mempunyai tujuan yang sama, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan itu.
            Seseorang memasuki kelompok atau organisasi, adalah karena mengharapkan tercapainya suatu kepuasan, baik kepuasan fisik/ kebendaan (seperti mendapatkan uang, barang, makanan, dan sebagainya), maupun kepuasan non fisik/batin/rohaniah (seperti pujian, kelegaran, penghargaan, dan sebagainya). Jadi seseorang yang bergabung atau menjadi anggota kelompok atau organisasi, adalah karena adanya harapan bahwa kelompok atau organsiasi itu akan membantu beberapa fungsi atau tujuannya, misalnya :
1.      Untuk memecahkan masakah kesepian/kebingungan jiwanya, ia memasuki organisasi,/kelompok pengajian/sembahyangan, dan sebagainya.
2.      Untuk memecahkan masalah kesulitan belajar matematika/bahasa inggir, maka ia memasuki kelompok/organisasi belajar matematika/bahasa inggris.
3.      Ada juga untuk memecahkan masalah kesepian/kebingungan jiwanya, seseorang bisa juga memasuki kelompok peminum minuman keras, pengisap ganja, narkotika, permainan judi, begadang, dan sebainya.
4.      Untuk memenuhi keinginannya demi meningkatkan kesejahtraan keluarganya, seseorang telah memilih untuk memasuki kelompok/organisasi PKK, Keluarha Berencana, dan sebagainya.

Mengingat betapa pentingnya peran organisasi kemasyarakatan dalam hal ikut mensukseskan pembangunan nasional Republik Indonesia yang kita cintai ini, maka pengorganisasiannya, pembinannya, termaksuk pemilihan personel-personel pengurusnya, serta kepemimpinan yang diterapkannya, sangatlah perlu untuk medapatkan perhatian yang serius dari kita semua, khususnya para anggotanya.
            Hicks dan Gulett (1975) menyatakan bahwa pengorganisasian adalah proses dimana struktur organisasi diciptakan dan dipelidahara. Proses ini meliputi kegiatan menetapkan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi, pengelompokan kegiatan tersebut. Berdasarkan pola yang rasional, dan menugaskan kegiatan yang telah dikelompokkan ini pada suatu kedudukan, jabatan/orang. Pemilihan dan penetapan pemimpin da seluruh personel pengurusnya berdasarkan musyawarah.

Kepemimpinan
            Ibarat lidi-lidi yang secara sendiri-sendiri (singe) juga dapatberfungsi membersihkan, namun dengan ikatan yang “suh” akan dapat meningkatkan fungsinya untuk membersihkan (sebagai sapu lidi). Jadi “suh” atau pengikat pada sapu lidi, dapat meningkatkan fungsi/produktivitasnya. Jadi bila anggota-anggota organisasi itu kemudian memperoleh pengikat (suh) yaitu seorang pemimpin, maka organisasi/kelompok itu akan makin meningkat fungsinya/produktivitasnya

Apakah Pemimpin itu ?
            Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau sekelompok orang untuk mengerahkan usaha bersama, guna mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Dan kepemimpinan adalah suatu gaya atau proses mempengaruhi orang lain atau sekelompokorang untuk mengerahkan usaha bersama, guna mencapai sesuatu sasaran/tujuan yang telah ditetapkan.
            Lebih lanjut Dr. Hadari Nawawi menyebutkan :
1.      Pemimpin (Leader) dengan kegiatannya yang disebut kepemimpinan (Leadership).
2.      Manajer (Manager) dengan kegiatannya yang disebut Manajemen (Management).
3.      Administrator dengan kegiatannya yang disebut administrasi (Administration).
Ketiga kegiatan tersebut secara kuantitatif terletak pada ruang ligkupnya administrasi yang paling luas, kemudian manajemen, dan paling sempit adalah kepemimpinan. (Dan yang lebih khusus lagi disebut Kepala atau Head atau Master, seperti Kepala Kantor = Head Office dan Pembawa Acara = Master of Ceremony = MC).
            Dengan ambisis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan itu, kegiatan kepemimpinan dapat dilakukan dengan berbagai cara atau pendekatan, dari yang paling lunak (bujukan, ajakan, sugesti, persuasi, dan sebagainya) sampai yang palig keras (menakut-nakuti, menggertak, memaksa, dan sebagainya).
            Secara psikologis Prof. Slamet Iman Santoso menyebutkan adanya 3 (tiga) stereotype watak pemimpin, yaitu pemimpin yang ditakuti, berkuasa dan berwibawa. Untuk menjadi pemimpin yang ditakuti, harus memiliki keganasan untuk menghancurkan orang lain sebagai kekuatan fisik, senjata, guna-guna, kecurangan dan sebagainya. Contoh Robespiere, Kaisar Nero Algojo, Gali dan sebagainya. Untuk menjadi pemimpin yang berkuasa harus memiliki mandate auat Surat Kuasa (SK) dari instasi yang berwenang.
            Pemimpin/orang yang berwibawa dapat ditangkap, bahkan dapat dibunuh/terbuuh, tetapi wibawanya tetap tidak berkurang bahkan makin bertambah. Untuk menjadi pemimpin/orang yang berwibawa, sekurang-kurangnya harus jujur, berdisiplin keras (pada diri sendir sebelum mendisiplinkan orang lain), memiliki emosi yang stabil, bersikap terbuka, berani kengakui kesalahan dan berani membela kebenara, konsekuen dan “sepi ingin pamri”, renda hati dan sederhana, obyektif, cerdas (contoh Ki Hadjar Dewantara dan Mahatma Gandhi).
            Kombinasi yang ideal adalah pemimpin yang berwibawa dan berkuasa. Kombinasi lainnya adalah berkuasa dan ditakuti. Tetapi kombonasi berwibawa dan ditakuti, merupakan suatu “contradiotio interminis”.
            Secara teoritis dapat dibedakan # (tiga) bentuk kepemimpinan, yang dalam praktek mungkin dijalankan secara murni atau kombinasi atau menurut kecederungan, yaitu Tipe/gaya kepemimpinan yang otoriter, laissez-faire, dan demokratis.
1.      Tipe kepemimpinan otoriter adalah yang paling banyak dikenal karena tergolong yang paling tua. Kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan seseorang atau sekelompok kecil orang-orang yang disebut atasan sebagai penguasa atau penentu yang tidak dapat diganggu gugat, dan orang yang lain (bawahan) harus tunduk pada kekuasaannya dibawah ancaman dan hokum sebagai alat dalam menjalankan kepemimpinannya. (monokrasi, oligokrasi).
Bagi bawahan tidak ada kesempatan untuk berinisiatif dan mengeluarkan pendapat. Instruksi atau perintah atasan tidak boleh ditafsirkan, tapi harus dilaksanakan secara tertib dan konsekuen tanpa kesalahan. Akibat-akibat negative dalam kepemimpinan ini adalah :
a.       Bawahan menjadi seorang penurut yang tidak mau dan tidak mampu berinisiatif dan takut mengambil keputusan, tidak mampu menciptakan sesuatu karya tetapi hanya bersifat menunggu intruksi atasan.
b.      Bawahan dipaksa bekerja keras, patuh dan mekanis, selalu diliputi takut dan cemas serta ketenangan jiwa, karena selalu dibayangi ancaman hukuman. Mereka giat bekerja hanya selama di bawah pengawasan atasannya, dan menunggu kesempatan untuk bersantai atau melawan secara agresif bila mendapat kesempatan.
c.       Suasana lembaga menjadi statis dan rutin saja. Rapat dan musyawarah antara atasan dan bawahan dipandang tidak perlu, karena hanya membuang waktu. Segala sesuatu cukup diputuskan oleh atasan saja agar cepat dilaksanakan.
Kepemimpinan otoriter bertolak dari asumsi, bahwa manusia adalah obyek yang dapat diatur menurut kehendak pimpinan/ penguasa, sebagaimana boneka atau robot yang selalu siap menjalankan perintah tanpa bertanya atau membantah. Pemimpinan lupa bahwa kedudukannya itu sekedar karena adanya orang-orang lain itu sebagai anggota kelompok yang ikut menentukan keberhasilan atau kegagalannya.
2.      Tipe kepemimpinan “laissez-faire” merupakan kebalikan dari kepimimpinan otoriter. Dalam realitas kepemimpinannya dilakukan dengan memberikan kebebasan sepenuhnya kepada orang-orang yang pemimpinannya untuk mangambil keputusan secara perseorangan; pemimpin hanya berfungsi sebagai penasihat. Akibatnya sasaran kerja menjadi simpang siur. Dan akhirnya pemimpin hanya menjadi “pelayan” para anggota.
3.      Tipe kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai factor utama dan terpenting. Hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin didasari prinsip saling menghargai dan saling menghormati. Kegiatan kepemimpinan dilaksanakan untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan kemampuan pemimpin pada setiap anggota kelompok sesuatu peranan dan posisinya. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis dan terarah, yang berusaha memanfaatkan setiap anggota untuk kepentingan dan kemajuan organisasi.Dari keabikan/baiknya kepemimpnan demokratis ini, sering timbul kepemimpinan pseudo demokratis dan kepmimpina manupulasi diplomatis. Kepemimpinan pseudo demokratis atau demokratis semu, hanya menampakkan sikap luarnya saja yang demokratis, tetapi dibalik kata-katanya yang penuh tanggung jawab, ada siasat yang sebenarnya merupakan tindakan yang absolute. Atau dengan manipulasi diplomatis (menggiring) pemikiran anggota-anggota sehingga pendapat pemimpin sendiri yang harus disetujui.

Kepemimpina Pancasila
            Dalam GBHN dinyatakan secar tegas, bahwa berhasilnya pebangunan nasional tergantung dari partisipasi serta sikap mental, tekad dan semangat, ketaatan dan disiplin seluruh rakyat Indonesia serta para penyelenggara Negara. Oleh sebab itu para penyelenggara Negara perlu memahami dan meyakini 3 konsep berikut :
1.      Kepemimpinan Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasional harus bersumber kepada falsafah Negara Pancasila.
2.      Kepemimpinan pancasila merupakan kepemimpinan yang mampu memadukan nilai-nilai tradisonal yang bermutu tinggi dengan nilai-nilai modernism Barat yang positif.
3.      Kepemimpinan Pembanguna Nasional sebagai aparatur Negara harus mampu memahami dan menyakini kebenaran dasar dan tujuan, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta kaitannya dengan bidang-bidang lain. Disamping itu kepemimpina pembangunan harus mampu mendorong menggerakkan dan mengarahkan usaha pembangunan kea rah pencapaiaan tujuan yang telah ditetapkan.

Lebih lanjut Dr. Roslan Abdoel Gani mengemukakan, bawha setiap pemimpinan mempunyai landasan pokok nilai-nilai moral kepemimpinan dari warisan nenek moyangnya. Bangsa Indonesia memiliki Tap II/MPR/1978 tentang P4 serta telah mengakui pencasila sebagai satu-satunya asas, sehingga norma-norma yang merupakan nilai moral Pancasila yang harus dihayati dan diamalkan, dan selalu digunakan sebagai seumber bagi para pemimpin Indonesia. Kepemimpinan Pancasila adalah kepemimpinan yang mencerminkan sikap konsekuen dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila. Kepemimpinan Pancasila hanya bisa diwujudkan apabila ada keterpaduan antara nilai-nilai luhur bangsa Indosesia dari warisan-warisan nenek moyangnya, dengan nilai-nilai modernism Barat yang positif yaitu demokratis, rasional, efektif dan efesien. Nilai demokaratis, khususnya demokratis Pancaila harus gigih dikembangkan untuk mematikan otokrasi akibat tekanan colonial Belanda dan fasisme Jepang yang telah menjajah kita selama 350 tahun + tahun. Nilai rasional harus ditingkatkan untuk mempertanggungjawabkan kepemimpinan yang selama masa silam banyak ditutup dengan kata “tabu/pemali” atau “ora ilok” (Jawa) untuk dijabarkan. Namun sesunggungnya para orang tua sering takut atas ucapannya (yang sakti) bila benar-benar terjadi misalnya : “ Jangan memanjat, nanti terjatuh” akibatnya jatuh sungguh-sungguh, maka cukup dikatakan “awas jangan memanjat, itu pemali/tabu (tak elok)”. Nilai efektivitas dan efesiensi harus lebih dikembangkan agar pembangunan nasional lebih cepat serta hemat pelaksanaannya.
            Tentang nilai-nilai kepemimpinan sebagai warisan luhur nenekmoyang kita dapat kita tengok sejenak ke masa silam, khusunya masa kejayaan bangsa Indonesia dibawah kepemimpinan para raja, panglima, pujangga, pemuka adat, pejuang kemerdekaan, dan seagainya. Disana kita dapat menemukan permata-permata dan mutiara-mutiara yang bernilai luhur sekali sebagai warisannya, baik berbentuk semboyan, slogan, syair dan puisi yang tersusun dalam tembang dan gending-gending. Warisan kepemimpinan yang adil luhung itu antara lain :
1.      Dari pepatah/semboyan Jawa : “ Kejening sarira, mung ana lahi lan solahbawa”, artinya harga diri seseorang  (pemimpin) ditentukan oleh kata/ucapan dan tingkah lakunya. Jadi apakah seseorang pemimpin itu selalu konsisten dan konsekuen tegas, tepat, anggun dan berwibawa dalam kepemimpinanya. Bagi Raja/Ratu berlaku : “ Sabda pandhita ratu”, artinya bahwa sabda/kata pemimpin adalah ucapan pasti.
2.      Alkisah di Negara Mahespati dengan rajanya bernama Prabu Sosrobahu, dengan patihnya bernama Suwondogeni yang semula berasal dari rakyat biasa yang mulai mengabdi dengan nama Sumantri. Karena leluhuran budinya dan ketekunannya, ia dijadikan suri tauladan bagi seluruh warga Negara yang terlukis dalam sebuah Dhandhanggula sebagai berikut :
Yogyanira kang para prajurit   
Seyogyanya para prajurit
Lamun bisa anuladda
Agar dapat meniru/menuaula dan
Kadya muni caritane
Seperti cerita ini
Andelira Sang Prabu
Orang kepercayaan sang Prabu
Sosrobahu ing Mahespati
Sosrobahu di Mahespati
Kang aran Patih Suswondo
Yaitu Sang Pati Suwondo
Lelabuhanipun
Dengan pengabdiannya
Kang ginelung tri prakara
Yang tercangkup dalam 3(tiga) hal
Guna-Kaya lan Purun den antepi
Produktif, mantap/stabil
Nuhoni trah utomo
Sebagai seorang trah luhur
3.      Tatkala Sri Prabu Ramawijaya akan menobatkan Gunawan Wibisono sebagai raja Alengka, menggantikan kakaknya Prabu Rahwana yang telah gugur akibat keangkaramurkannya, beliau berpesan agar Wibisono dapat menjadi raja/pemimpin Negara yang baik, hendaklah berpegang pada Hasta Brat atau 8 Pedoma luhur, yang bercermin pada sifat 8 Dewa yang terbaik, yaitu :
a.       Endra Brata           : Bathara Endra sebagai Dewa Peperangan. Seseorang pemimpin
hendaklah dapat memenuhi kebutuhan jasmanih rakyatnya (kesejahtraan lahir : sandang, pangan, papan dan sebagainya).
b.      Saci   Brata            : Dewa Rembulan, bersifat memberikan sinar terang dari
kegelapan malam, tetapi juga memberikan suasana romantic. Seseorang pemimpin hendaklah dapat memberikan/memnuhi kebutuhan rohani kepada rakyatnya.
c.       Surya Brata           : Dewa Matahari, bersifat panas/energy. Seseorang pemimpin
hendaklah dapat menggrekkan/memotivasi rakyatnya agar mereka sadar akan perlunya tugas hidup di dunia.
d.      Bayu Brata            : Dewa angin, bersifat/berwatak menunjukkan keteguhan pendirian
serta turut memperhatikan kebutuhan vital rakyatnya, angin diartikan sebagai udara/oksigen. Para pemimpin hendaklah memiliki pendirian yang teguh, tidak plin-plan. Lihat Bimasena
e.       Yama Brata           : Dewa Pencabut Nyawa, tetapi sebanarnya dia tidak asal
mencabut, sesungguhnya bedasarkan keadilan. Seseorang pemimpin hendakalh selalu adil dalam menjatuhkan hukuman maupun memberikan ganjaran dengan tidak pandang bulu.
f.       Dhanaba Brata      :Dewa Kekayaan, suka berpakaian baik/rapi/parlente. Para
Pemimpin hendalk selalu dihormati/disegani rakyatnya. (belanda : De Klerent maken de man “ artinya harga diri seseorang ditentukan oleh pakaiannya).
g.      Agni Brata                        :Dewa api, bersifat/watak membakar. Seseorang pemimpin
hendaklah dapat membakar semangat kerja dengan cara-cara yang terpuji halal.
h.      Paca Brata             :Naga Sakti, senjata dari Dewa Laut. Seseorang pemimpin
hendaklah dapat menunjukkan kelebihannya dalam hal pengetahuan, kepandaiaan, kecerdasan, pengalaman, dan sabagainya, agar disegani oleh rakyatnya.

Hasta Brata yang disampaikan dengan gaya lain, yaitu agar para pemimpin/raja pejabat, dan sebagainya memiliki sifat/watak :
a.       Matahari                :Bersifat/berwatak panas, menang/unggul, super, sumber energi.
b.      Bulan                     :Indah, terang, romantic, menyenangkan, menerangi kegelapan.
c.       Bintang                 :Indah gemerlapan menghiasi langit kelam dan sebagai
kompas/pedoman.
d.      Angin                    :Teguh, kuat, dapat mengisi setiap/semua ruangan atau mengisis
kekosongan (smrambah).
e.       Mendung               :Berwibawa, menyenangkan tapi juga menakutkan. Bila mendung
berubah menjadi hujan akan berguna bagi pertanian, tetapi dapat pula mendatangkan musibah (banjir, tanah longsor, dan sebagainya).
f.       Api                        :Panas, membakar, adil, berprinsip, tegak.
g.      Air/Samudra          :Berpandang luas, metamorph sesuai tempatnya. Dapat memasuki
lobang yang sempit atau mengisi/memenuhi tempat luas/dalam. Kebanyakan air dapat menjadi banjir yang mengerikan, tetapi bila tiada air maka setitik air akan tinggi nilainya.
h.      Bumi                     :Dapat menampung apa saja dan berisi apa saja, luhur budi dan
Jujur.
4.      Suatu ajaran kepemimpinan dari Sri Paku Buwana IV di Surakarta, yaitu “ WULANG REH“ mengisyarakatkan atau memberikan rambu-rambu agar para pemimpin senantiasa dapat memperthankan gengsinya dengan tidak melakukan/bersikap :
a.       Adigang                = sombong, membanggakan diri sendiri.
b.      Adigung                = menyombongkan pangkat, kedudukan, kekuasaannya.
c.       Adiguna                = menyalahgunakan kepandaian/ titelnya.
d.      Lonyo                    = gegabah, tidak tetap/mantap pendiriannya.
e.       Lemer                    = bebuat hina/nista, rendah mudi.
f.       Ginjah                   = tidak setia, sering pindah pekerjaan
g.      Ambuntut arit       = bermuka duka, tidak konsisten antara kata dan perbuatan.
h.      Sumur gemuling    = tidak dapat menyimpan rahasia.
i.        Srehi                      = serakah.
j.        Drengki                 = senang mengusik-usik orang lain, usil.
k.      Meren                    = iri hati yang tidak sehat.
l.        Dahwen                 = suka mencela/ menjelek-jelekkan orang lain.
m.    Open                     = suka memperhatikan hal-hal yang sepele atau kurang
berarti/bermanfaat.
n.      Waon/maoni          = suka mengkritik yang tidak sehat.
o.      Ma lima (5M)        = Mencuri, main kartu, minum-minuman keras, madat, main
perempuan.

5.      Dari Ki Hajar Dewantara kita peroleh ajaran kepemimpinan :
a.       Ing ngarsa sung tuladha   : sebagai pemimpin hendaklah senantiasa memberi tauladan
yang baik-baik serta anutan dalam ucapan, tingkah laku, kehidupan, dan sebagainya.
b.      Ing madya mangun karsa : sebagai pemimpin hendaklah senantiasa dapat memotivasi
untuk giat berkarya, agar selalu aktif, kreatif demi kehidupan yang lebih baik.
c.       Tut wuri handayani           : sebagi pemimpin agar dapat memberikan dukungan
(support) terhadap hal-hal yang sudah baik dan mengaitkan, bila akan menjerus kepada yang tidak baik.
6.      Dalam lingkungan ABRI yang telah dirumuskan sebelas asas kepemimpinan yang telah digali dari nilai kepemimpinan yang digali dari nilai kepemimpinan di bumi Indonesia. Sebelas asas tersebut berlaku untuk semua pemimpin di Indonesia, di semua esolon sejak dari presiden sampai kepala desa dan sebagainya. Kesebelas asas tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Ing ngarsa sung tuladha
b.      Ing madya mangun karsa
c.       Tut wuri handayani
d.      Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
e.       Wapada dan mengawasi serta sabggup dan berani mengoreksi anak buah yang keliru.
f.       Dapat memilih dengan tepat, mana mana yang harus didahuluikan (Ambeg paramarta).
g.      Tingkah laku yang sederhana dan tidak berlebih-lebihan (bersahaja/prasaja).
h.      Sikap loyal yang timbul balik, yaitu dari atasan terhadap bawahan, dan sebaliknya serta ke samping terhadap teman-temannya (Satya).
i.         Hemat dan cermat, yaitu kesadaran dan kemampuan untuk membatasi penggunaan dan pengeluaran segala sesuatu kepada yang benar-benar diperlukan (gemi lan nasititi).
j.        Jujur, yaitu kemauan, kerelaan dan keterampilan untuk mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya (Blaka).
k.      Ikhlas, yaitu kemauan, kerelaan dan keihlasan untuk pada saatnya menyerahkan tanggung jawab dan kedudukannyaa kepada generasi berikutnya.
Dari kesebelas asas tersebut yang terpenting adalah tiga asas yang pertama dari Ki Hajar Dewantara yang akhirnya menjadi prinsip utama Kepemimpinan Pancasila.

Penutup
Dari uraian di atas dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa dalam upaya ikut mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai mana telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945, marilah kita tingkatkan perngorganisasian lembaga pendidikan kita agar lebih efektif dan efesien, serta dibina dengan kepemimpinan Pancasila, Khususunya Kepemimpinan Pendidikan Pancasila, suatu proses mempengaruhi da menggerakkan peserta didik kita menuku sasaran yang telah kita tetapkan yaitu Tujuan Pendidikan Nasionla sebagaimana telah digariskan dalam GBHN, dengan senantiasa konsisiten dan konsekkuen dalam mengamalkan sila-sila Pancasila, yang dalam perwujudannya senantiasa memperhatikan keterpaduan antara nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dengan modernism Barat yang positif.
Realisasi dan keberhasilannya sangat tergantung pada kita semua dalam menanggapi, menghayati serta mengamalkannya dalam bidnag pendidikan khususnya serta dalam masyratakat yang luas pada umumnya. Ingatlah “bila ada kemauan, di situ ada jalan” ( where is awill, threr is a way). Mari kita tingkatkan terus kepemimpinan kita msing-masing, cara kita berorganisasi, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan kita, serta profesionalisme kependidikan kita dmei partisipasi aktif kita dalam ikut mewujudkan masyrakat Pancasila yang kita cicta-citakan .

Meski tiada gading yang tidak retak namun kita telah memilih dan menyajikan gading-gading yang paling utuh





Komentar

Postingan populer dari blog ini

REFERENSI SOAL-SOAL POST TES PPG 2025_FPPN 3 MODUL PEMBELAJARAN FILOSOFI PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN NILAI

REFERENSI SOAL-SOAL POST TES PPG 2025_FPPN 1 MODUL PEMBELAJARAN FILOSOFI PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN NILAI

REFERENSI SOAL-SOAL POST TES PPG 2025_FPPN 2 MODUL PEMBELAJARAN FILOSOFI PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN NILAI