ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN
Pada
dasarnya atau sesuai kuadratnya, manusia adalah makhluk sosial/ bermasyarakat
yang menurut Aristoteles disebut sebagai “Zoon Politicon”, Sehingga pada
dasarnya pula masnusia itu tidak bisa hidup wajar dengan menyendiri. Hampir
sebagian besar tujuannya ternyata dapat terpenuhi, apabila manusia itu
berhubungan dengan manusia lain atau orang lain. Hal ini terutama sekali
disebabkan karena adanya keterbatasan sifat kodrati manusia sendiri, serta
adanya pembatasan-pembatasan yang dihadapi manusia didunia ini dalam usaha
mencapai tujuannya.
Dalam
usahanya bermasyarakat itu, maka orang pergi berkelompok atau memasuki sesuatu
kelompok atau organisasi, juga demi mencapai suatu kepuasan (lahir/batin) serta
peningkatan diri.
Kelompok
atau oraganisasi itu kemudian menjadi himpunan manusia dengan berbagai
kekurangan dan kelebihan masing-masing, sehingga ada yang sangat menonjol, dan
diakui kelebihannya oleh anggota-angota atau sebagian besar
anggotnya-anggotanya, terutama dalam mempengaruhi dan menggerakkan usaha
bersama untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, ia adalah pemimpin.
Gaya dan proses untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain atau sekelompok
orang untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan, adalah pemimpin.
Organisasi
Secara
umum, organisasi adalah kelompok manusia yang berkumpul dalam suatu wadah yang
mempunyai tujuan yang sama, dan bekerja sama untuk mencapai tujuan itu.
Seseorang
memasuki kelompok atau organisasi, adalah karena mengharapkan tercapainya suatu
kepuasan, baik kepuasan fisik/ kebendaan (seperti mendapatkan uang, barang,
makanan, dan sebagainya), maupun kepuasan non fisik/batin/rohaniah (seperti
pujian, kelegaran, penghargaan, dan sebagainya). Jadi seseorang yang bergabung
atau menjadi anggota kelompok atau organisasi, adalah karena adanya harapan
bahwa kelompok atau organsiasi itu akan membantu beberapa fungsi atau
tujuannya, misalnya :
1.
Untuk memecahkan
masakah kesepian/kebingungan jiwanya, ia memasuki organisasi,/kelompok
pengajian/sembahyangan, dan sebagainya.
2.
Untuk memecahkan
masalah kesulitan belajar matematika/bahasa inggir, maka ia memasuki
kelompok/organisasi belajar matematika/bahasa inggris.
3.
Ada juga untuk
memecahkan masalah kesepian/kebingungan jiwanya, seseorang bisa juga memasuki kelompok
peminum minuman keras, pengisap ganja, narkotika, permainan judi, begadang, dan
sebainya.
4.
Untuk memenuhi
keinginannya demi meningkatkan kesejahtraan keluarganya, seseorang telah
memilih untuk memasuki kelompok/organisasi PKK, Keluarha Berencana, dan
sebagainya.
Mengingat betapa
pentingnya peran organisasi kemasyarakatan dalam hal ikut mensukseskan
pembangunan nasional Republik Indonesia yang kita cintai ini, maka
pengorganisasiannya, pembinannya, termaksuk pemilihan personel-personel
pengurusnya, serta kepemimpinan yang diterapkannya, sangatlah perlu untuk
medapatkan perhatian yang serius dari kita semua, khususnya para anggotanya.
Hicks dan Gulett (1975) menyatakan bahwa pengorganisasian
adalah proses dimana struktur organisasi diciptakan dan dipelidahara. Proses
ini meliputi kegiatan menetapkan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
organisasi, pengelompokan kegiatan tersebut. Berdasarkan pola yang rasional,
dan menugaskan kegiatan yang telah dikelompokkan ini pada suatu kedudukan,
jabatan/orang. Pemilihan dan penetapan pemimpin da seluruh personel pengurusnya
berdasarkan musyawarah.
Kepemimpinan
Ibarat lidi-lidi yang secara sendiri-sendiri (singe) juga
dapatberfungsi membersihkan, namun dengan ikatan yang “suh” akan dapat
meningkatkan fungsinya untuk membersihkan (sebagai sapu lidi). Jadi “suh” atau
pengikat pada sapu lidi, dapat meningkatkan fungsi/produktivitasnya. Jadi bila
anggota-anggota organisasi itu kemudian memperoleh pengikat (suh) yaitu seorang
pemimpin, maka organisasi/kelompok itu akan makin meningkat
fungsinya/produktivitasnya
Apakah Pemimpin itu ?
Pemimpin adalah seseorang yang dapat mempengaruhi
orang lain atau sekelompok orang untuk mengerahkan usaha bersama, guna mencapai
sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Dan kepemimpinan adalah suatu gaya
atau proses mempengaruhi orang lain atau sekelompokorang untuk mengerahkan
usaha bersama, guna mencapai sesuatu sasaran/tujuan yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut Dr. Hadari Nawawi menyebutkan :
1.
Pemimpin (Leader) dengan kegiatannya yang disebut
kepemimpinan (Leadership).
2.
Manajer (Manager) dengan kegiatannya yang disebut
Manajemen (Management).
3.
Administrator
dengan kegiatannya yang disebut administrasi (Administration).
Ketiga kegiatan tersebut secara kuantitatif terletak
pada ruang ligkupnya administrasi yang paling luas, kemudian manajemen, dan
paling sempit adalah kepemimpinan. (Dan yang lebih khusus lagi disebut Kepala atau Head atau Master, seperti
Kepala Kantor = Head Office dan
Pembawa Acara = Master of Ceremony =
MC).
Dengan
ambisis untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan itu, kegiatan kepemimpinan
dapat dilakukan dengan berbagai cara atau pendekatan, dari yang paling lunak
(bujukan, ajakan, sugesti, persuasi, dan sebagainya) sampai yang palig keras
(menakut-nakuti, menggertak, memaksa, dan sebagainya).
Secara
psikologis Prof. Slamet Iman Santoso menyebutkan adanya 3 (tiga) stereotype
watak pemimpin, yaitu pemimpin yang ditakuti, berkuasa dan berwibawa. Untuk
menjadi pemimpin yang ditakuti, harus memiliki keganasan untuk menghancurkan
orang lain sebagai kekuatan fisik, senjata, guna-guna, kecurangan dan
sebagainya. Contoh Robespiere, Kaisar Nero Algojo, Gali dan sebagainya. Untuk
menjadi pemimpin yang berkuasa harus memiliki mandate auat Surat Kuasa (SK)
dari instasi yang berwenang.
Pemimpin/orang
yang berwibawa dapat ditangkap, bahkan dapat dibunuh/terbuuh, tetapi wibawanya
tetap tidak berkurang bahkan makin bertambah. Untuk menjadi pemimpin/orang yang
berwibawa, sekurang-kurangnya harus jujur, berdisiplin keras (pada diri sendir
sebelum mendisiplinkan orang lain), memiliki emosi yang stabil, bersikap
terbuka, berani kengakui kesalahan dan berani membela kebenara, konsekuen dan
“sepi ingin pamri”, renda hati dan sederhana, obyektif, cerdas (contoh Ki
Hadjar Dewantara dan Mahatma Gandhi).
Kombinasi
yang ideal adalah pemimpin yang berwibawa dan berkuasa. Kombinasi lainnya
adalah berkuasa dan ditakuti. Tetapi kombonasi berwibawa dan ditakuti,
merupakan suatu “contradiotio
interminis”.
Secara
teoritis dapat dibedakan # (tiga) bentuk kepemimpinan, yang dalam praktek
mungkin dijalankan secara murni atau kombinasi atau menurut kecederungan, yaitu
Tipe/gaya kepemimpinan yang otoriter, laissez-faire, dan demokratis.
1.
Tipe
kepemimpinan otoriter adalah yang
paling banyak dikenal karena tergolong yang paling tua. Kepemimpinan ini
menempatkan kekuasaan di tangan seseorang atau sekelompok kecil orang-orang
yang disebut atasan sebagai penguasa atau penentu yang tidak dapat diganggu
gugat, dan orang yang lain (bawahan) harus tunduk pada kekuasaannya dibawah
ancaman dan hokum sebagai alat dalam menjalankan kepemimpinannya. (monokrasi,
oligokrasi).
Bagi bawahan
tidak ada kesempatan untuk berinisiatif dan mengeluarkan pendapat. Instruksi
atau perintah atasan tidak boleh ditafsirkan, tapi harus dilaksanakan secara
tertib dan konsekuen tanpa kesalahan. Akibat-akibat negative dalam kepemimpinan
ini adalah :
a.
Bawahan menjadi
seorang penurut yang tidak mau dan tidak mampu berinisiatif dan takut mengambil
keputusan, tidak mampu menciptakan sesuatu karya tetapi hanya bersifat menunggu
intruksi atasan.
b.
Bawahan dipaksa
bekerja keras, patuh dan mekanis, selalu diliputi takut dan cemas serta
ketenangan jiwa, karena selalu dibayangi ancaman hukuman. Mereka giat bekerja
hanya selama di bawah pengawasan atasannya, dan menunggu kesempatan untuk
bersantai atau melawan secara agresif bila mendapat kesempatan.
c.
Suasana lembaga
menjadi statis dan rutin saja. Rapat dan musyawarah antara atasan dan bawahan
dipandang tidak perlu, karena hanya membuang waktu. Segala sesuatu cukup
diputuskan oleh atasan saja agar cepat dilaksanakan.
Kepemimpinan
otoriter bertolak dari asumsi, bahwa manusia adalah obyek yang dapat diatur
menurut kehendak pimpinan/ penguasa, sebagaimana boneka atau robot yang selalu
siap menjalankan perintah tanpa bertanya atau membantah. Pemimpinan lupa bahwa
kedudukannya itu sekedar karena adanya orang-orang lain itu sebagai anggota
kelompok yang ikut menentukan keberhasilan atau kegagalannya.
2.
Tipe
kepemimpinan “laissez-faire” merupakan
kebalikan dari kepimimpinan otoriter. Dalam realitas kepemimpinannya dilakukan
dengan memberikan kebebasan sepenuhnya kepada orang-orang yang pemimpinannya
untuk mangambil keputusan secara perseorangan; pemimpin hanya berfungsi sebagai
penasihat. Akibatnya sasaran kerja menjadi simpang siur. Dan akhirnya pemimpin
hanya menjadi “pelayan” para anggota.
3.
Tipe
kepemimpinan demokratis menempatkan
manusia sebagai factor utama dan terpenting. Hubungan antara pemimpin dengan
yang dipimpin didasari prinsip saling menghargai dan saling menghormati.
Kegiatan kepemimpinan dilaksanakan untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap
dan kemampuan pemimpin pada setiap anggota kelompok sesuatu peranan dan
posisinya. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis dan
terarah, yang berusaha memanfaatkan setiap anggota untuk kepentingan dan
kemajuan organisasi.Dari keabikan/baiknya kepemimpnan demokratis ini, sering
timbul kepemimpinan pseudo demokratis
dan kepmimpina manupulasi diplomatis.
Kepemimpinan pseudo demokratis atau
demokratis semu, hanya menampakkan sikap luarnya saja yang demokratis,
tetapi dibalik kata-katanya yang penuh tanggung jawab, ada siasat yang
sebenarnya merupakan tindakan yang absolute. Atau dengan manipulasi diplomatis
(menggiring) pemikiran anggota-anggota sehingga pendapat pemimpin sendiri yang
harus disetujui.
Kepemimpina
Pancasila
Dalam
GBHN dinyatakan secar tegas, bahwa berhasilnya pebangunan nasional tergantung
dari partisipasi serta sikap mental, tekad dan semangat, ketaatan dan disiplin
seluruh rakyat Indonesia serta para penyelenggara Negara. Oleh sebab itu para
penyelenggara Negara perlu memahami dan meyakini 3 konsep berikut :
1.
Kepemimpinan
Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasional harus bersumber kepada
falsafah Negara Pancasila.
2.
Kepemimpinan
pancasila merupakan kepemimpinan yang mampu memadukan nilai-nilai tradisonal
yang bermutu tinggi dengan nilai-nilai modernism Barat yang positif.
3.
Kepemimpinan
Pembanguna Nasional sebagai aparatur Negara harus mampu memahami dan menyakini
kebenaran dasar dan tujuan, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
kaitannya dengan bidang-bidang lain. Disamping itu kepemimpina pembangunan
harus mampu mendorong menggerakkan dan mengarahkan usaha pembangunan kea rah
pencapaiaan tujuan yang telah ditetapkan.
Lebih
lanjut Dr. Roslan Abdoel Gani mengemukakan, bawha setiap pemimpinan mempunyai
landasan pokok nilai-nilai moral kepemimpinan dari warisan nenek moyangnya.
Bangsa Indonesia memiliki Tap II/MPR/1978 tentang P4 serta telah mengakui
pencasila sebagai satu-satunya asas, sehingga norma-norma yang merupakan nilai
moral Pancasila yang harus dihayati dan diamalkan, dan selalu digunakan sebagai
seumber bagi para pemimpin Indonesia. Kepemimpinan Pancasila adalah
kepemimpinan yang mencerminkan sikap konsekuen dalam menghayati dan mengamalkan
Pancasila. Kepemimpinan Pancasila hanya bisa diwujudkan apabila ada keterpaduan
antara nilai-nilai luhur bangsa Indosesia dari warisan-warisan nenek moyangnya,
dengan nilai-nilai modernism Barat yang positif yaitu demokratis, rasional,
efektif dan efesien. Nilai demokaratis, khususnya demokratis Pancaila harus
gigih dikembangkan untuk mematikan otokrasi akibat tekanan colonial Belanda dan
fasisme Jepang yang telah menjajah kita selama 350 tahun +
tahun. Nilai rasional harus ditingkatkan untuk
mempertanggungjawabkan kepemimpinan yang selama masa silam banyak ditutup
dengan kata “tabu/pemali” atau “ora ilok” (Jawa) untuk dijabarkan. Namun
sesunggungnya para orang tua sering takut atas ucapannya (yang sakti) bila
benar-benar terjadi misalnya : “ Jangan memanjat, nanti terjatuh” akibatnya
jatuh sungguh-sungguh, maka cukup dikatakan “awas jangan memanjat, itu
pemali/tabu (tak elok)”. Nilai efektivitas dan efesiensi harus lebih
dikembangkan agar pembangunan nasional lebih cepat serta hemat pelaksanaannya.

Tentang nilai-nilai kepemimpinan
sebagai warisan luhur nenekmoyang kita dapat kita tengok sejenak ke masa silam,
khusunya masa kejayaan bangsa Indonesia dibawah kepemimpinan para raja,
panglima, pujangga, pemuka adat, pejuang kemerdekaan, dan seagainya. Disana
kita dapat menemukan permata-permata dan mutiara-mutiara yang bernilai luhur
sekali sebagai warisannya, baik berbentuk semboyan, slogan, syair dan puisi
yang tersusun dalam tembang dan gending-gending. Warisan kepemimpinan yang adil
luhung itu antara lain :
1.
Dari pepatah/semboyan
Jawa : “ Kejening sarira, mung ana lahi lan solahbawa”, artinya harga diri
seseorang (pemimpin) ditentukan oleh
kata/ucapan dan tingkah lakunya. Jadi apakah seseorang pemimpin itu selalu
konsisten dan konsekuen tegas, tepat, anggun dan berwibawa dalam
kepemimpinanya. Bagi Raja/Ratu berlaku : “ Sabda pandhita ratu”, artinya bahwa
sabda/kata pemimpin adalah ucapan pasti.
2.
Alkisah di Negara
Mahespati dengan rajanya bernama Prabu Sosrobahu, dengan patihnya bernama
Suwondogeni yang semula berasal dari rakyat biasa yang mulai mengabdi dengan
nama Sumantri. Karena leluhuran budinya dan ketekunannya, ia dijadikan suri
tauladan bagi seluruh warga Negara yang terlukis dalam sebuah Dhandhanggula
sebagai berikut :
Yogyanira kang para prajurit
|
Seyogyanya para prajurit
|
Lamun bisa anuladda
|
Agar dapat meniru/menuaula dan
|
Kadya muni caritane
|
Seperti cerita ini
|
Andelira Sang Prabu
|
Orang kepercayaan sang Prabu
|
Sosrobahu ing Mahespati
|
Sosrobahu di Mahespati
|
Kang aran Patih Suswondo
|
Yaitu Sang Pati Suwondo
|
Lelabuhanipun
|
Dengan pengabdiannya
|
Kang ginelung tri prakara
|
Yang tercangkup dalam 3(tiga)
hal
|
Guna-Kaya lan Purun den antepi
|
Produktif, mantap/stabil
|
Nuhoni trah utomo
|
Sebagai seorang trah luhur
|
3.
Tatkala Sri
Prabu Ramawijaya akan menobatkan Gunawan Wibisono sebagai raja Alengka,
menggantikan kakaknya Prabu Rahwana yang telah gugur akibat keangkaramurkannya,
beliau berpesan agar Wibisono dapat menjadi raja/pemimpin Negara yang baik,
hendaklah berpegang pada Hasta Brat
atau 8 Pedoma luhur, yang bercermin pada sifat 8 Dewa yang terbaik, yaitu :
a.
Endra Brata : Bathara Endra sebagai Dewa
Peperangan. Seseorang pemimpin
hendaklah dapat
memenuhi kebutuhan jasmanih rakyatnya (kesejahtraan lahir : sandang, pangan,
papan dan sebagainya).
b.
Saci Brata :
Dewa Rembulan, bersifat memberikan sinar terang dari
kegelapan malam, tetapi
juga memberikan suasana romantic. Seseorang pemimpin hendaklah dapat
memberikan/memnuhi kebutuhan rohani kepada rakyatnya.
c.
Surya Brata : Dewa Matahari, bersifat
panas/energy. Seseorang pemimpin
hendaklah dapat
menggrekkan/memotivasi rakyatnya agar mereka sadar akan perlunya tugas hidup di
dunia.
d.
Bayu Brata : Dewa angin, bersifat/berwatak
menunjukkan keteguhan pendirian
serta turut
memperhatikan kebutuhan vital rakyatnya, angin diartikan sebagai udara/oksigen.
Para pemimpin hendaklah memiliki pendirian yang teguh, tidak plin-plan. Lihat
Bimasena
e.
Yama Brata : Dewa Pencabut Nyawa, tetapi
sebanarnya dia tidak asal
mencabut, sesungguhnya
bedasarkan keadilan. Seseorang pemimpin hendakalh selalu adil dalam menjatuhkan
hukuman maupun memberikan ganjaran dengan tidak pandang bulu.
f.
Dhanaba Brata :Dewa Kekayaan, suka berpakaian
baik/rapi/parlente. Para
Pemimpin hendalk selalu
dihormati/disegani rakyatnya. (belanda : De
Klerent maken de man “ artinya harga diri seseorang ditentukan oleh
pakaiannya).
g.
Agni Brata :Dewa api,
bersifat/watak membakar. Seseorang pemimpin
hendaklah dapat
membakar semangat kerja dengan cara-cara yang terpuji halal.
h.
Paca Brata :Naga Sakti, senjata dari Dewa
Laut. Seseorang pemimpin
hendaklah dapat
menunjukkan kelebihannya dalam hal pengetahuan, kepandaiaan, kecerdasan,
pengalaman, dan sabagainya, agar disegani oleh rakyatnya.
Hasta
Brata yang disampaikan dengan gaya lain, yaitu agar para pemimpin/raja pejabat,
dan sebagainya memiliki sifat/watak :
a.
Matahari :Bersifat/berwatak panas,
menang/unggul, super, sumber energi.
b.
Bulan :Indah, terang, romantic,
menyenangkan, menerangi kegelapan.
c.
Bintang :Indah gemerlapan menghiasi
langit kelam dan sebagai
kompas/pedoman.
d.
Angin :Teguh, kuat, dapat mengisi
setiap/semua ruangan atau mengisis
kekosongan (smrambah).
e.
Mendung :Berwibawa, menyenangkan tapi
juga menakutkan. Bila mendung
berubah menjadi hujan
akan berguna bagi pertanian, tetapi dapat pula mendatangkan musibah (banjir,
tanah longsor, dan sebagainya).
f.
Api :Panas, membakar, adil,
berprinsip, tegak.
g.
Air/Samudra :Berpandang luas, metamorph sesuai
tempatnya. Dapat memasuki
lobang yang sempit atau
mengisi/memenuhi tempat luas/dalam. Kebanyakan air dapat menjadi banjir yang
mengerikan, tetapi bila tiada air maka setitik air akan tinggi nilainya.
h.
Bumi :Dapat menampung apa saja
dan berisi apa saja, luhur budi dan
Jujur.
4.
Suatu ajaran
kepemimpinan dari Sri Paku Buwana IV di Surakarta, yaitu “ WULANG REH“
mengisyarakatkan atau memberikan rambu-rambu agar para pemimpin senantiasa
dapat memperthankan gengsinya dengan tidak melakukan/bersikap :
a.
Adigang = sombong, membanggakan diri
sendiri.
b.
Adigung = menyombongkan pangkat,
kedudukan, kekuasaannya.
c.
Adiguna = menyalahgunakan kepandaian/
titelnya.
d.
Lonyo = gegabah, tidak
tetap/mantap pendiriannya.
e.
Lemer = bebuat hina/nista, rendah
mudi.
f.
Ginjah = tidak setia, sering pindah
pekerjaan
g.
Ambuntut arit = bermuka duka, tidak konsisten antara
kata dan perbuatan.
h.
Sumur gemuling = tidak dapat menyimpan rahasia.
i.
Srehi = serakah.
j.
Drengki = senang mengusik-usik orang
lain, usil.
k.
Meren = iri hati yang tidak sehat.
l.
Dahwen = suka mencela/
menjelek-jelekkan orang lain.
m.
Open = suka memperhatikan
hal-hal yang sepele atau kurang
berarti/bermanfaat.
n.
Waon/maoni = suka mengkritik yang tidak sehat.
o.
Ma lima (5M) = Mencuri, main kartu, minum-minuman
keras, madat, main
perempuan.
5.
Dari Ki Hajar
Dewantara kita peroleh ajaran kepemimpinan :
a.
Ing ngarsa sung
tuladha : sebagai pemimpin hendaklah
senantiasa memberi tauladan
yang baik-baik serta
anutan dalam ucapan, tingkah laku, kehidupan, dan sebagainya.
b.
Ing madya mangun
karsa : sebagai pemimpin hendaklah senantiasa dapat memotivasi
untuk giat berkarya,
agar selalu aktif, kreatif demi kehidupan yang lebih baik.
c.
Tut wuri
handayani : sebagi pemimpin agar
dapat memberikan dukungan
(support) terhadap
hal-hal yang sudah baik dan mengaitkan, bila akan menjerus kepada yang tidak
baik.
6.
Dalam lingkungan
ABRI yang telah dirumuskan sebelas asas kepemimpinan yang telah digali dari
nilai kepemimpinan yang digali dari nilai kepemimpinan di bumi Indonesia.
Sebelas asas tersebut berlaku untuk semua pemimpin di Indonesia, di semua
esolon sejak dari presiden sampai kepala desa dan sebagainya. Kesebelas asas
tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Ing ngarsa sung
tuladha
b.
Ing madya mangun
karsa
c.
Tut wuri
handayani
d.
Takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa
e.
Wapada dan
mengawasi serta sabggup dan berani mengoreksi anak buah yang keliru.
f.
Dapat memilih
dengan tepat, mana mana yang harus didahuluikan (Ambeg paramarta).
g.
Tingkah laku
yang sederhana dan tidak berlebih-lebihan (bersahaja/prasaja).
h.
Sikap loyal yang
timbul balik, yaitu dari atasan terhadap bawahan, dan sebaliknya serta ke
samping terhadap teman-temannya (Satya).
i.
Hemat dan cermat, yaitu kesadaran dan
kemampuan untuk membatasi penggunaan dan pengeluaran segala sesuatu kepada yang
benar-benar diperlukan (gemi lan nasititi).
j.
Jujur, yaitu
kemauan, kerelaan dan keterampilan untuk mempertanggungjawabkan
tindakan-tindakannya (Blaka).
k.
Ikhlas, yaitu
kemauan, kerelaan dan keihlasan untuk pada saatnya menyerahkan tanggung jawab
dan kedudukannyaa kepada generasi berikutnya.
Dari kesebelas asas tersebut yang terpenting adalah
tiga asas yang pertama dari Ki Hajar Dewantara yang akhirnya menjadi prinsip
utama Kepemimpinan Pancasila.
Penutup
Dari uraian di atas dapatlah ditarik kesimpulan,
bahwa dalam upaya ikut mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai mana telah
diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945, marilah kita tingkatkan perngorganisasian
lembaga pendidikan kita agar lebih efektif dan efesien, serta dibina dengan
kepemimpinan Pancasila, Khususunya Kepemimpinan Pendidikan Pancasila, suatu
proses mempengaruhi da menggerakkan peserta didik kita menuku sasaran yang
telah kita tetapkan yaitu Tujuan Pendidikan Nasionla sebagaimana telah
digariskan dalam GBHN, dengan senantiasa konsisiten dan konsekkuen dalam
mengamalkan sila-sila Pancasila, yang dalam perwujudannya senantiasa
memperhatikan keterpaduan antara nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dengan
modernism Barat yang positif.
Realisasi dan keberhasilannya sangat tergantung pada
kita semua dalam menanggapi, menghayati serta mengamalkannya dalam bidnag
pendidikan khususnya serta dalam masyratakat yang luas pada umumnya. Ingatlah
“bila ada kemauan, di situ ada jalan” ( where
is awill, threr is a way). Mari kita tingkatkan terus kepemimpinan kita
msing-masing, cara kita berorganisasi, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan
kita, serta profesionalisme kependidikan kita dmei partisipasi aktif kita dalam
ikut mewujudkan masyrakat Pancasila yang kita cicta-citakan .
Meski tiada gading yang tidak retak namun kita telah
memilih dan menyajikan gading-gading yang paling utuh
Komentar
Posting Komentar